Inspirasikalbar, Kubu Raya – Dalam persidangan dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan Notaris Verra Kamelia, SH. M.Kn, Majelis Pengawas Daerah (MPD) Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Mempawah menghadapi kritik dari Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI).
Menurut LAKI, MPD di nilai tidak tepat menggelar sidang kode etik terkait kasus ini.
LAKI menilai bahwa Notaris Verra Kamelia telah menjalankan tugasnya sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini terkait dengan akta notaris Yayasan Pelayanan Kematian Orang Tionghoa (YPKOT) yang berdomisili di Kabupaten Mempawah.
Dalam pernyataan resminya, Burhanudin Abdullah, selaku pendamping Notaris Verra, menyatakan bahwa seluruh tindakan Verra terkait akta YPKOT telah sesuai hukum.
Yayasan Pelayanan Kematian Orang Tionghoa (YPKOT) di dirikan pada tahun 1976 berdasarkan Akta Notaris H.M. Damiri, sebelum adanya pengakuan badan hukum oleh Kementerian Hukum dan HAM RI.
Struktur yayasan terdiri dari pembina, pengawas, dan pengurus, di mana pembina memiliki kewenangan tertinggi.
Kasus ini bermula dari pengangkatan Ketua Pembina YPKOT yang baru setelah wafatnya Ng Kueng Eng pada tahun 2024.
Berdasarkan Akta Notaris Verra Kamelia, pada 17 Juli 2024, Ahuai di tunjuk sebagai Ketua Pembina baru menggantikan Ng Kueng Eng.
Selanjutnya, pada 19 Juli 2024, di lakukan rapat gabungan antara pengurus dan pembina, yang menghasilkan kepengurusan baru periode 2024-2029.
Namun, permasalahan muncul ketika Sheng Kheng alias Sutrisno mengklaim kepengurusan dan mengangkat Suyanto sebagai Ketua YPKOT tanpa dasar yang sah.
Klaim ini di pandang LAKI sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur, karena tidak memiliki badan hukum yang diakui Kementerian Hukum dan HAM.
LAKI menegaskan bahwa tudingan Seng Kheng tentang adanya kudeta dan pelanggaran kode etik oleh Notaris Verra tidak berdasar.
Mereka juga mempertanyakan langkah MPD yang langsung menggelar sidang kode etik tanpa melalui prosedur yang seharusnya, seperti pemberian surat teguran atau peringatan terlebih dahulu.
Burhanudin Abdullah menyarankan agar persoalan ini di selesaikan secara internal dan dengan cara yang lebih kekeluargaan, mengingat YPKOT adalah yayasan sosial.
“Lebih baik duduk bersama dan mencari solusi yang damai. Yayasan ini di bentuk untuk tujuan sosial, bukan untuk kepentingan bisnis,” ujarnya.
Sengketa internal ini di anggap lebih tepat di selesaikan melalui pengadilan atau penegak hukum, bukan melalui sidang kode etik notaris.
Bukan Dugaan pelanggaran kode etik notaris
Burhanudin Abdullah juga menambahkan bahwa permasalahan yang muncul bukanlah terkait dugaan pelanggaran kode etik notaris, melainkan persoalan internal dalam tubuh Yayasan Pelayanan Kematian Orang Tionghoa (YPKOT).
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa pengadilan adalah forum yang lebih tepat untuk menyelesaikan sengketa ini, bukan melalui sidang kode etik yang di gelar oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD).
Menurutnya, tindakan MPD yang langsung melangsungkan sidang kode etik tanpa prosedur yang tepat justru dapat di anggap melanggar aturan yang ada.
“MPD seharusnya menjalankan fungsinya sebagai pengawas notaris dengan adil dan objektif, serta memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum mengambil langkah lebih jauh,” tegas Burhanudin.
Di sisi lain, tuduhan yang di ajukan oleh Sheng Kheng alias Sutrisno bahwa telah terjadi kudeta dan adanya pelanggaran kode etik notaris di nilai Burhanudin sebagai pernyataan yang tidak berdasar dan menyesatkan.
Menurutnya, sebelum membuat tudingan seperti itu, seharusnya pihak terkait memahami dan menganalisis secara mendalam permasalahan yang terjadi.
Burhanudin berharap agar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik internal YPKOT dapat menyelesaikan permasalahan dengan cara yang lebih baik dan damai.
Ia mengingatkan bahwa yayasan tersebut di dirikan dengan tujuan sosial, bukan untuk kepentingan bisnis atau keuntungan pribadi.
“Lebih baik kita semua kembali ke tujuan awal, yaitu mengelola yayasan ini dengan semangat kekeluargaan dan kebersamaan,” pungkasnya.
Sementara itu, hingga saat ini MPD belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik yang di lontarkan oleh LAKI maupun pernyataan Burhanudin.
Sidang kode etik masih terus berlanjut, meski berbagai pihak menuntut agar persoalan ini lebih baik di selesaikan melalui jalur hukum yang tepat.