Belanja Pegawai 37 Persen, Daerah Terancam Sanksi

Foto : Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kubu Raya Jainal Abidi
Inspirasikalbar, Kubu Raya – Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kubu Raya, Jainal Abidin, menyoroti persoalan serius terkait implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Ia menilai ketentuan batas maksimal belanja pegawai sebesar 30 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada tahun 2027 menjadi dilema besar bagi pemerintah daerah.
“Kalau kita melihat dari tahun ke tahun, proyeksi belanja pegawai itu hampir rata-rata di angka 37 persen. Sedangkan kalau kita mengacu pada Undang-Undang tersebut, maksimal di tahun 2027 belanja pegawai itu hanya boleh 30 persen. Nah, ini sangat dilema sekali bagi pemerintah daerah,” ujar Jainal Abidin, Senin(25/08/2026).
Menurutnya, kondisi tersebut hampir terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Apalagi dengan adanya tambahan beban belanja untuk tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), membuat pemerintah daerah sulit menekan angka belanja pegawai sesuai aturan.
“Mustahil untuk di laksanakan maksimal 30 persen. Belum lagi ada P3K, bahkan P3K paruh waktu. Sehingga hampir di pastikan belanja pegawai di semua daerah itu rata-rata di atas 30 persen,” tambahnya.
Jainal juga menegaskan, jika pemerintah daerah tidak dapat menyesuaikan aturan tersebut, maka ancaman sanksi dari pemerintah pusat bisa terjadi. Sanksi yang di maksud berupa pengurangan dana transfer ke daerah.
“Kalau belanja pegawai melebihi 30 persen, ada sanksi dari pemerintah pusat berupa pengurangan dana transfer. Ini kan sangat dilema sekali, karena hampir 80 persen keuangan daerah masih bergantung pada dana transfer dari pusat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Jainal mengaitkan hal ini dengan keberadaan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sebagian besar menggunakan APBN, namun tetap berdampak pada beban keuangan daerah. Ia meminta pemerintah pusat, khususnya Presiden, untuk lebih selektif dalam menentukan solusi agar daerah tidak semakin terbebani.
“Kalau seandainya kegiatan-kegiatan yang bersumber dari APBN itu di tambah lagi, kami di daerah lama kelamaan bingung menutupi belanja. Karena itu kami berharap wakil-wakil kami di Senayan memperjuangkan agar dana transfer pusat ke daerah tidak di kurangi,” tegasnya.
Jainal juga menyinggung kebijakan beberapa daerah yang terpaksa menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) maupun Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai upaya menutup defisit anggaran. Menurutnya, langkah tersebut tidak bisa sepenuhnya di salahkan karena kondisi fiskal daerah yang semakin terbatas.
“Sudah ada contoh beberapa daerah yang menaikkan PBB P2 dan NJOP karena defisitnya terlalu besar. Kalau tidak di lakukan, maka defisit makin besar dan yang dikorbankan adalah pemerintah daerah serta masyarakat,” pungkasnya.