Israel Gempur Suriah, Klaim Lindungi Druze Tuai Kecaman Internasional

Jepretan Layar 2025-07-17 pukul 12.16.29

Inspirasikalbar, Damaskus– Serangan militer Israel ke wilayah Suriah kembali mengguncang kawasan, kali ini dengan dalih melindungi komunitas minoritas Druze di Sweida. Namun, pemerintah Suriah menilai klaim itu hanya alasan untuk campur tangan lebih jauh dalam urusan dalam negeri mereka.

Setidaknya 160 serangan udara di lancarkan Israel pada Rabu (16/7), menghantam sejumlah titik strategis, termasuk Istana Kepresidenan dan kompleks Kementerian Pertahanan Suriah di Damaskus.

Kantor berita resmi Suriah, SANA, melaporkan, tiga warga tewas dan 34 lainnya luka-luka akibat rentetan serangan tersebut. Serangan juga menyasar wilayah selatan Suriah, tempat komunitas Druze dan pasukan pendukung pemerintah terlibat bentrokan selama empat hari terakhir.

Awal Ketegangan: Bentrokan Internal

Kekerasan bermula dari konflik internal antara kelompok Druze dan suku Badui di Provinsi Sweida. Pemerintah Suriah mengirim pasukan untuk meredakan situasi, namun justru memicu perlawanan dari milisi Druze bersenjata. Situasi ini menjadi celah bagi Israel untuk melancarkan serangan, dengan dalih melindungi Druze dari “represi” militer Suriah.

Menanggapi hal itu, Damaskus menegaskan bahwa Israel tidak memiliki dasar hukum maupun moral untuk menyerang. “Ini bentuk pelanggaran terang-terangan atas kedaulatan nasional Suriah,” tegas Kementerian Luar Negeri Suriah dalam pernyataan resmi.

Gencatan Senjata Tak Dihormati

Pada Selasa (15/7), Menteri Pertahanan Suriah, Murhaf Abu Qasra, mengumumkan kesepakatan gencatan senjata di Sweida. Dalam perjanjian tersebut, kelompok bersenjata Druze di wajibkan meletakkan senjata, dan hanya aparat resmi negara yang boleh membawanya.

“Ini praktik umum dalam negara hukum. Namun Israel terus menciptakan alasan untuk menyerang,” ujar Abu Qasra.

Kesepakatan itu di dukung oleh Sheikh Yousef Jarbou, salah satu pemimpin spiritual Druze. Namun di tolak oleh Sheikh Hikmat al-Hajari, tokoh berpengaruh lainnya. Ia menyatakan tetap berperang sampai pasukan Suriah sepenuhnya keluar dari Sweida.

Israel Cari Dalih Dominasi

Menurut peneliti Chatham House, Haid Haid, serangan Israel ke Sweida merupakan bagian dari ambisi jangka panjang mengontrol selatan Suriah. “Israel memainkan peran sebagai ‘pelindung’ Druze untuk membenarkan keterlibatannya,” ujarnya.

Hal senada di sampaikan Ammar Kahf, Direktur Omran Center for Strategic Studies. “Ini pesan jelas kepada pemerintah Suriah: jangan coba-coba memperluas kendali ke seluruh wilayah. Israel ingin pengaruh Suriah tetap terbatas,” kata Kahf.

Walid Jumblatt, tokoh senior Lebanon dan keturunan Druze, secara tegas menyebut tindakan Israel sebagai pelanggaran hukum internasional. “Israel tak benar-benar melindungi Druze. Mereka hanya memanfaatkan ketegangan lokal untuk masuk lebih jauh ke Suriah,” ujarnya.

Situasi Regional Kian Panas

Serangan ini terjadi saat Israel terus di kecam komunitas internasional atas aksi militernya di Palestina. Banyak pakar menyebut Israel sedang melakukan genosida di Gaza dan Tepi Barat. Kondisi ini menambah sorotan atas langkah Israel di Suriah, yang dinilai semakin agresif.

“Israel melancarkan agresi sistematis yang bertujuan menciptakan kekacauan dan menggoyahkan keamanan kawasan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Suriah. Mereka mendesak komunitas internasional mengambil langkah nyata.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, turut menyampaikan bahwa pihak-pihak di selatan Suriah telah menyepakati langkah konkret untuk mengakhiri konflik. Namun realitas di lapangan masih menunjukkan kekerasan terus berlangsung.

Ketegangan Internal Suriah Belum Mereda

Sejak tergulingnya Bashar al-Assad tahun lalu, Suriah masih terpecah. Pemerintah baru di bawah Muhammad Al-Golani alias Ahmed Al-Sharaa berusaha memulihkan kendali, namun menghadapi tantangan dari kelompok bersenjata seperti Kurdi, Druze, dan lainnya.

Israel di ketahui memberi dukungan kepada kelompok Druze dan Kurdi, sedangkan pemerintahan Al-Sharaa lebih banyak di sokong oleh Turki dan negara-negara Arab.

Konflik antar milisi di berbagai wilayah Suriah belum mereda. Banyak kelompok minoritas masih bersenjata karena merasa tak aman. Pemerintah pusat bersikukuh hanya negara yang berhak memegang senjata.

Pada Rabu malam, Kementerian Pertahanan Suriah menyatakan telah mulai menarik sebagian pasukan dari Sweida, sebagai wujud komitmen terhadap gencatan senjata. Namun situasi masih sangat rentan, terutama dengan campur tangan Israel yang terus berlanjut.

Sumber: Al Jazeera, SANA, Chatham House, Kemenlu Suriah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *