Jurnalis Pulau Borneo Bersuara, Tolak Revisi UU Penyiaran

Penolakan Revisi UU Penyiaran

Berita, Daerah564 Dilihat

 InspirasiKalbar, Pontianak – Sejumlah organisasi profesi jurnalis dan media di Kalimantan Barat berkolaborasi gelar aksi damai untuk menolak revisi atau Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran .

“Aksi ini melibatkan berbagai organisasi jurnalis seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) Pontianak, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Kalbar,” kata koordinator aksi yang juga Ketua IJTI Kalbar, Yuniardi di Pontianak, Senin 27 Mei 2024.

Selain beberapa organisasi profesi dan media diatas, aksi penolakan juga diikuti oleh Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Ikatan Wartawan Online, Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ), Forum Jurnalis Perempuan (FJP) Indonesia, Jaringan Perempuan Khatulistiwa (JPK), Aliansi Mahasiswa Jurnalistik IAIN Pontianak, serta sejumlah organisasi pers lainnya.

“Penolakan ini muncul seiring dengan penggodokan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 oleh Anggota DPR RI,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Sekretaris AJI Pontianak, Hamdan Darsani menyatakan aksi ini di laksanakan oleh seluruh pengurus AJI se-Indonesia yang berkolaborasi dengan organsiasi profesi jurnalis dan media lainnya yang ada di setiap daerah.

“Kami tidak ingin kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi masyarakat di rampas oleh RUU tersebut,” kata Hamdan.

Mneurutnya, UU Penyiaran 2002 hanya mengatur Lembaga Penyiaran. Namun draf revisi UU Penyiaran versi Maret 2024 menambahkan subjek hukum baru berupa platform digital penyiaran.

Perluasan definisi ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya ancaman terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di platform digital. Terutama dengan banyaknya media alternatif baru yang bermunculan.

Dalam draf RUU Penyiaran yang tengah di bahas di Badan Legislasi DPR. Beberapa kontroversial mencakup penghapusan Pasal 6 ayat 2 UU No.32/2002 yang menyatakan bahwa negara menguasai spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan penyiaran.

” Pasal 18 yang membatasi pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum. Baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, juga di hilangkan. Pembatasan kepemilikan silang dan pengaturan jumlah serta wilayah siaran lokal, nasioal, dan regional pun turut di hapus,” katanya.

Hamdan menambahkan aksi damai ini merupakan solidaritas dan kepedulian komunitas jurnalis terhadap menghambat kemerdekaan pers dalam berekspresi. Ini sekaligus menyerukan agar revisi UU Penyiaran mempertimbangkan kepentingan semua pihak terkait demi menjaga prinsip-prinsip demokrasi. (TIM)

Jurnalis dari berbagai media masa dan Organisasi Pers menggelar aksi penolakan revisi UU Penyiaran di Bundaran Di gulis Pontianak. (Foto/IK)