Masyarakat Kualan Hilir Minta PT Mayawana Persada Dikembalikan Hak Mereka

Konflik Sosial masyarakat Kualan Hilir dengan PT MP

Berita, Nasional540 Dilihat

InspirasiKalbar, Pontianak – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) provinsi Kalimantan Barat bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil yang dihadiri perwakilan masyarakat Kualan Hilir, Kabupaten Ketapang melakukan diskusi dan konsolidasi untuk perlindungan lingkungan hidup dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Sekretariat Walhi Kalbar, Jumat, 24 Mei 2024.

Kegiatan yang dimaksudkan sebagai ruang untuk saling update mengenai perlindungan lingkungan hidup, juga untuk membicarakan strategi bersama dalam menghadapi dinamika seputar lingkungan hidup dan HAM di lapangan.

Melalui pertemuan tersebut, dalam konsolidasi bersama ini kehadiran perkebunan kayu PT Mayawana Persada yang telah menyebabkan bukit Sabar Bubu dan sejumlah lahan pertanian serta kebun warga tergusur menjadi salah satu yang dibahas bersama.

Perusahaan yang mendapat izin Menteri LHK RI seluas 136.710 hektar di wilayah Ketapang dan Kayong Utara tersebut telah menimbulkan keresahan di komunitas selama ini.

“Sebagaimana kita ketahui bahwa kehadiran perusahaan PT Mayawana Persada telah membuka hutan alam, gambut lindung dan habitat satwa dilindungi dengan luasnya yang massif. Ekspansi oleh perusahaan yang dilakukan adalah deforestasi terbesar di Kalimantan Barat dalam beberapa waktu terakhir,” kata Direktur Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam.

Lebih lanjut menurut Adam, bahkan lahan pertanian dan perkebunan warga juga bukit yang dijaga secara adat oleh masyarakat dikomunitas tidak luput ikut digusur dan banyak diantara lahan tanpa ganti kerugian.

Pada kesempatan yang sama, perwakilan warga Dusun Lelayang, Desa Kualan Hilir, kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Tarsisius Fendy Sesupi menyayangkan penggusuran lahan yang dilakukan pihak perusahaan.

“Kami mau agar izin PT.Mayawana dicabut dan hak-hak masyarakat dikembalikan” tegas ketua adat Lelayang tersebut.

Warga Sabar Bubu yang ikut pada pertemuan tersebut Robi mengatakan bahwa banjir sekarang mudah terjadi, tidak seperti sebelum adanya perusahaan. “Dua tiga hari hujan dulu tidak apa-apa, sekarang sekali saja hujan bisa banjir” terangnya.

Sebagai bagian dari proses yang berlangsung, pertemuan ini pun menghasilkan sejumlah catatan penting termasuk untuk memastikan perhatian pada persoalan lingkungan hidup dan hak asasi manusia.

Masyarakat di komunitas perlu untuk memastikan diri agar tetap kompak dalam menghadapi situasi yang terjadi. (TIM)