Pembebasan Lahan TBI Entikong Diduga Terjerat Tipikor, Kuasa Hukum Minta Penyelidikan

Berita, Hukum77 Dilihat

Inspirasi Kalbar, Sanggau – Proyek pembebasan lahan Terminal Barang Internasional (TBI) Entikong, diduga berindikasi adanya tindak pidakoruna korupsi (Tipikor).

Menurut Kuasa hukum pemilik lahan, Edward L. Tambunan, menuturkan dugaan kuat ini terungkap di persidangan sengketa lahan TBI Entikong yang menghadirkan sejumlah saksi.

“Kita duga kuat ada praktek mark up luas lahan yang di bebaskan menggunakan uang negara, kita tahu anggaran pembebasan lahan untuk TBI Entikong sebesar Rp 8,3 Miliar, silakan pihak berwenang untuk selidiki kasus ini,” ujar Edward pada Selasa (14/08/2024).

“Sementara fakta dilapangan per SPT hanya di bayar Rp 30 juta, hanya 3 SPT di bebaskan itu pun ada mark up luas lahan, seharusnya untuk lahan lokasi TBI Entikong sekarang ini ada 4 SPT harus dibebaskan, karena inilah yang kita menduga kuat adanya terjadinya tipikor yang diantaranya penyalahgunaan wewenang dan mark up oleh sejumlah pejabat berwewenang,” tambahnya.

Selain itu, Edward menerangkan hal ini diperkuat dengan kesaksian dari notaris yang membuat akta peralihan hak lahan yang digunakan untuk pembangunan TBI Entikong, karena kehadiran Notaris tersebut menjadi bukti bahwa adanya permasalahan dalam proses administrasi surat-menyurat terkait lahan tersebut

“Selain itu didalam persidangan telah terbukti, bahwa sudah nyata adanya perbedaan posisi dan ukuran batas lahan yang di bebaskan, ternyata tidak pernah dilakukan verifikasi maupun revisi oleh Notaris tersebut,” jelasnya.

Dikatakanya lagi, didalam akta yang dibuat notaris tersebut, terdapat pasal nomor 10 yang menjelaskan bahwa bilamana akta itu benar Notaris tidak perlu dilibatkan dalam perkara ini.

“Jelas Notaris mengingkari pasal Nomor 10 yang di buatnya tersebut, tertulis bahwa jika akta yang dibuatnya itu benar maka dirinya (Notaris) seharusnya tidak perlu dilibatkan dalam perkara ini, akan tertapi dia hadir, tentu membuktikan bahwa penetapan Akta tersebut memiliki masalah dan jelas akta yang dibuatnya tidak lah benar,” ungkap Advokat Firma Hukum Nusantara ini

Dan Edward L Tambunan juga menuturkan hal ini terungkap pada persidangan sengketa pembebasan lahan untuk pembangunan Terminal Barang Internasional Entikong terindikasi adanya Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Persidangan tersebut dilakukan oleh Pengadilan Negeri Sanggau.

Kemudian, didalam persidangan terungkap bahwa pembebasan lahan tersebut memiliki anggaran dari APBN  senilai Rp 8.3 Miliyar namun fakta dalam persidangan menyebutkan bahwa nilai persatuan Surat Pernyataan Tanah (SPT) hanya senilai Rp 30 juta, sedangkan dalam pembebasan lahan tersebut meliputi 4 SPT namun yang di bebaskan hanya 3 SPT.

Sementara Juru bicara Pengadilan Negeri Sanggau, Muhammad Nur Hafizh, membenarkan Pengadilan Negeri Sanggau telah mengelar persidangan sengketa lahan TBI Entikong, dan pada persidangan pada hari Kamis 8 Agustus 2024 dengan agenda persidangan  menghadirkan bukti dan saksi tambahan dari pihak tergugat dan pengugag.

“Pada Kamis 8 Agustus 2024 untuk agenda pembuktian yang terakhir oleh para pihak, dimana para penggugat dan tergugat menghadirkan saksi,”ujarnya

Sementara satu diantara saksi yang hadir dalam sengketa lahan TBI Entikong yakni Sekretaris Desa Entikong, Edi Setia Saputra, membenarkan lokasi TBI Entikong sebelumnya adalah lahan kebun lada yang di kuasai oleh kelompok tani yang berkelompok menggarap lahan seluas satu hektare.

“Dari awal pembebasan lahan, perangkat Desa tidak pernah dihadirkan dari mulai perencanaan, maupun pembangunan TBI Entikong  itu kami tidak pernah dilibatkan sama sekali, bahkan saat pembebasan lahan saja kami tidak mengetahui,” ujarnya.

Dirinya juga mempertanyakan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan TBI Entikong ini, kenapa tidak mau melibatkan perangkat desa.

“Kenapa setelah terjadinya masalah ini baru kami dilibatkan bahkan sudah nyaris ribut bawa senjata tajam, seharusnya dari awal kami bisa dilibatkan, agar tidak terjadi permasalahan seperti ini, padahal desa lah yang mengetahui asal usul lahan tersebut. Lahan itu awalnya digarap oleh beberapa kelompok tani lada, yang masing-masing tiap petaknya seluas 1 hektar,” kata Sekdes Edi.

Sebelumnya pengadilan negeri sanggau gelar sidang lapangan terkait sengketa lahan Terminal Barang Internasional Entikong terkait ada pemilik lahan menggugat terkait menuntut ganti rugi.

Sebelumnya pengelola lahan hektar yang terkena pembangunan terminal barang internasional (TBI) Entikong yang berada di sekitar kawasan Pintu lintas batas Negara (PLBN) Entikong mengaku dulunya lahannya itu kebun lada (sahang)

Kepada wartawan saat di temui pada sidang lapangan di bulan Juni 2024, Darsono (70) pengelola lahan pertama mengatakan dirinya dulu bersama kawan-kawannya mengharap lahan itu untuk di kelola menjadi kebun.

“Dulu kami tanam sahang (lada) ramai-ramai,  tanah itu kami kelola mulai tahun 1981, di berikan oleh Pemerintah seluas 1 hektar tak boleh lebih untuk satu kelompok, karena kami belum ada uang, maka saat itu belum mampu buat sertifikat, makanya surat-suratnya hanya berupa Surat keterangan Tanah (SKT),” ungkapnya.

Ia juga menuturkan karena tak mampu mengurus berkas menjadi sertifikat, karena meskipun lada itu sudah sempat panen, tapi harga lada saat itu sangat murah yakni sekitar satu ringgit lebih.

“Dulu harga lada murah, kami jualnya ke Tebedu Malaysia, cuma sekitar 1 RM lebih, karena kalau Tebedu lebih dekat pupuk boleh hutang, kalau di Sanggau tak bisa hutang dan jauh,” ungkapnya bersama Antonius Ja’in (61) sesama petani Lada.

Ia juga pun menuturkan dirinya menggarap lahan kebun tersebut bersama sama warga setempat yang tergabung kelompok Tani Tunas Mekar yang terdiri dari sekitar 20 petani Lada.

“Satu hektar lahan ini dulu ada sekitar 1500 tanaman lada yang kami garap secara gotong royong sekitar 20 orang,” ungkapnya.

Tak hanya itu, saat dibangunnya Terminal Barang internasional Entikong, dirinya dan warga lain pun tak pernah diberitahu dan di libatkan oleh Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI.

Seperti diketahui ternyata pembangunan Terminal Barang Internasional Entikong menyisakan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan yakni pemilik lahan menggugat lahan sekitar 1700 M2 yang berada di kawasan Pintu Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *