Inspirasikalbar,Kayong Utara— Kegiatan Dokumentasi Karya Maestro Musik permainan laut dalam ritual Semah Laut adalah upaya penyelematan, dan pelestarian seni.
Kesenian dari daerah Kabupaten Kayong Utara ini di gadang- gadang hampir punah.
Tepatnya di Desa Padang, Kecamatan Kepulauan Karimata, yang terisolir jauh dari keramaian.
Kegiatan ini di laksanakan oleh gabungan komunitas seni dan budaya di Kayong utara yang di dukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2024.
Muhammad Reza sebagai pengusul kegiatan memaparkan Konsep dan Bentuk Kegiatan revitalisasi yaitu :
1. Riset ; dalam rangka penggalian dengan pelaku Maestro Musik tradisi semah laut yang masih hidup di Desa Padang, pulau Karimata. hasil riset ini akan menjadi buku serta film Dokumenter.
Riset ini di pimpin oleh Tim Ahli Cagar Budaya yang beranggotakan 5 orang dan praktisi musik tradisi dari Sanggar Simpang betuah. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan April –Mei 2024.
2. Transformasi Ilmu/Pelatihan; Dari Maestro Musik Tradisi Semah Laut kepada para peserta setempat dan perwakilan Sanggar Simpang Betuah.
Ilmu dari maestro yang di serap adalah tekhnik pukulan, gerak tari, syair, makna filosofi dan lain sebagainya.
Hasil dari transformasi akan dipentaskan, kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2024.
3. Garapan Tari : Tari Semah Laut ini adalah bentuk kreasi yang di garap oleh Sanggar Aok Am bersama Sanggar Simpang Betuah.
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2024.
4. Pementasan; Acara penampilan ini di bagi dua yakni di lakukan saat acara puncak ritual Semah Laut, di mana dalam penampilan ini adalah para maestro langsung.
kemudian yang kedua Penampilan setelah garapan musik dan tari usai yang di perioritaskan pada hasil pelatihan dari transformasi ilmu Maestro Musik Tradisi Semah Laut.
Penanggung jawab dalam kegiatan ini adalah Lembaga Simpang Mandiri dan Perundohan Tanah Simpang (PERTASIM). Kegiatan ini di laksanakan pada bulan Agustus 2024.
5. Bedah Buku (Seminar) dan Launching dalam rangka menggali masukan dan saran dari rangkaian kegiatan awal hingga akhir sehingga menjadi satu draft buku.
Kegiatan ini melibatkan Lembaga Simpang Mandiri, Sanggar Simpang Betuah, dengan mengundang sekolah serta komunitas. Kegiatan ini dilaksanakan bulan Oktober 2024.
6. Workshop ; Peningkatan kapasitas panitia, bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Bidang Kebudayaan serta semua tim revitalisasi. Kegiatan ini di laksanakan bulan September 2024.
Para Tim revitalisasi mengawali kegiatan ini pada bulan april 2024 dengan rapat- rapat serta persiapan.
Ritual menyebrangi lautan
Kemudian pada awal bulan Mei mereka menyeberangi lautan melewati pelabuhan Sukadana menuju lokasi yaitu Pulau Karimata tepatnya di Desa Padang.
Dengn kondisi cuaca di laut yang tidak menentu, Kurang lebih 12 jam perjalanan mereka berada di lautan, dan akhirnya sampai dengan selamat di tujuan.
Sesampainya di sana, para tim menginap di home stay masyarakat sekitar, yang pada malam harinya di adakan rapat untuk kegiatan esok pagi.
Dari hasil rapat tersebut mereka membagi dua tim riset mendatangi para nara sumber musik tradisi semah laut serta tokoh masyarakat.
Kurang lebih empat hari mereka melakukan riset lapangan dengan menemui para nara sumber. Selain itu para tim juga berhasil mendapatkan beberapa data pendukung mengenai kesenian musik tradisional semah laut.
Selain itu periset juga mendapatkan kahzanah kebudayaan serta sejarah mengenai penduduk Karimata.
Mereka berhasil mendapatkannya dari nara sumber serta manuskrip yang di dukung kuat juga dengan temuan-temuan arkeologi.
Hasil data riset ini nanti akan di olah untuk di jadikan buku serta film dokumenter. Selain itu juga referensi oleh penata tari serta musik untuk dapat di revitalisasi.
Kegiatan selanjutnya adalah proses transformasi ilmu dari para maestro kepada para seniman, kegiatan ini berjalan selama 4 hari di Karimata.
Pada awalnya tim seniman sulit untuk mempelajari bagaimana musik tradisi ini dimainkan terutama dalam memahami lirik.
Menurut Arif Surdandi salah seorang anggota tim transformasi merasakan bahwa lirik atau syair yang di lantunkan langgamnya sangat unik dan khas sehingga sulit di pahami.
Namun pelan – pelan pak Jabar, yakni sang maestro membantu dalam penulisan lirik satu persatu sehingga agak mudah di mengerti oleh si pelantun yang sedang belajar.
Selain belajar lirik dan musik, mereka juga belajar bagaimana pola pukulan tetawak (gong ) dan gendang.
Proses penyerapan atau belajar tersebut berlangsung menggembirakan, para tim transfomasi merasa mendapatkan ilmu baru. Mereka nanti saat pulang akan latihan untuk memperdalam kembali.
Tentang Semah Laut dan Musik Tradisi Pemainan Laut
Interaksi masyarakat Pulau Karimata yang berasal dari berbagai latar belakang selama beratus-ratus tahun telah membentuk sebuah budaya yang unik.
Salah satunya adalah tradisi ritual Semah Laut yang saat ini masih di pertahankan oleh penduduk Kabupaten Kayong Utara Kalimantan Barat.
Dalam tradisi Semah Laut sendiri terdapat beberapa perkawinan antar budaya, baik penduduk pendatang maupun pribumi, atau yang dahulu mendiami Pulau Karimata.
Di mulai penamaan tradisi Semah Laut, tarian, musik, syair dan peralatan ritual serta istilah-istilah oleh para pemimpin ritual.
Apa itu Semah??
Arti Semah merupakan sebuah pemberian atau berupa jamuan makanan yang di berikan kepada orang halus (jin/hantu).
Kata semah merupakan pengaruh dari bahasa melayu yang sering di pakai pada masa kejayaan Malaka. Pada masa itu, pernah membawahi daerah lingga, di mana daerah itu adalah kampung halaman Batin Galang.
Kemudian ia bersama pasukan lautnya mendiami Pulau Karimata pada tahun 1765 bersama rombongan Tengku Bungsu.
Jika di lihat dari kebiasaanya yang hidup di laut, maka di masa kedatangan orang orang dari pulau galang atau masyarakat setempat menyebutnya Batin Galang.
Kemungkinan memperkenalkan ritual Semah Laut kepada penduduk Karimata, yang kemudian menjadi kebiasaan turun temurun hingga saat ini.
Hal ini dapat di lihat dari beberapa hal
Dalam acara ritual Semah Laut tidak dapat di pisahkan juga dengan tarian dan musik, serta syair yang selalu mengiringi, baik dalam acara pembukaan hingga arakan dan pelepasan Jung (kapal).
Masyarakat setempat menyebut musik tersebut adalah “permainan laut” atau musik pemain laut saja.
Selain di pakai untuk mengiringi acara tradisi ritual semah laut, musik pemain laut ini juga berfungsi untuk menghibur jikalau membayar niat( bernadzar).
Konon pada tahun 200-an ke bawah, musik pemain laut ini juga sebagai sarana hiburan yang umum, seperti dalam acara hajatan menikah dan acara formal lainnya.
Jabar yang masih hidup saat ini, menuturkan bahwa, pada zaman dia masih muda sempat main kemana mana mengikuti ayah dan pamannya.
Terakhir ia dan grup musik pemain laut mengisi acara formal di Desa Tanjung Satai sekitar tahun 1995 dan setelah itu tidak pernah lagi.
Bahkan dulu selain musik pemain laut juga ada kesenian mendu (teater tradisional), jepin, dan hadrah, namun sayangnya sudah hampir punah. Bahkan untuk mendu sendiri telah punah karena tidak ada yang mewarisinya.
Dalam perjalannya musik pamin laut ini banyak mengalami perubahan. Sekarang pemainnya hanya lima orang yang terdiri dari pemain gong (tetawak) dua orang , dan gendang tiga orang.
Namun dahulu pernah hingga delapan bahkan ada pemain tambahan yang memainkan alat musik piul (biola).
Seiring berjalannya waktu karena pemainnya telah meninggal dan tidak ada yang mewarisinya, maka akhirnya tingal pemain gendang dan tetawak (gong).
Dahulu sebelum musik pemain laut ini mulai di mainkan, peralatan musik akan di rabun (di asapi) dengan kemenyan dan di doakan. Untuk saat ini ritual tersebut sudah tidak di lakukan.
Jika di perhatikan dari alunan musik dengan tiga buah gendang dan dua buah gong atau tetawak. Di ikuti tarian sederhana mengelilingi Jung, sekilas mirip dengan musik serta tarian masyarakat Dayak melakukan ritual.
Misalnya Suku Dayak yang paling dekat dengan wilayah pesisir, adalah Suku Dayak Simpank dan Suku Dayak Kayong.
Dalam tradisi Dayak Simpank, untuk ritual pengobatan atau yang di kenal dengan baboren, juga di iringi musik serta tarian khas.
Seni ini sangat mirip dengan adat istiadat Dayak.
Jika di amati secara seksama antara rentak dan alunan musiknya memiliki kesamaan dengan musik pemain laut mengiringi ritual Semah Laut.
Begitu juga dengan lantunan nada yang di iringi musik, dalam acara Semah Laut menggunakan bait syair melayu lama.
Namun sekilas nadanya mirip dengan nada seni Bedudu atau Betoto yang di miliki oleh salah satu sub Suku Dayak serta masyarakat melayu Simpang Matan.
Tampaknya dari satu paket musik, tarian dan syair yang mengiringi ritual acara nyemah laut di Karimata ini, memiliki hubungan yang erat dengan beberapa tradisi yang ada pada sub Suku Dayak serta Melayu Simpang Matan bahkan di tempat lain, seperti Sambas, kepulauan riau dan lain sebagainya.
Tarian yang di lakukan pun terlihat tampak sederhana dan tak beraturan, masing-masing penari mengikuti rentak dari gendang dan tetawak.
macam. Jika dahulu topeng ini di buat dari bahan alam seperti upih pinang ataupun sagu yang di bentuk sedemikian rupa, namun saat ini mereka membuat dengan bahan bahan moderen seperti kertas, plastik dan lain lain. HM/W