PT Alfath Tour dan Travel Klarifikasi Tudingan Penggelapan Dana Jamaah Haji Rp. 230 Juta

Foto Kuasa hukum PT Alfath Tour dan Travel, Raymundus Loin, Saat menunjukkan Sejumlah berkas Kliennya.
InspirasiKalbar, Pontianak — PT Alfath Tour dan Travel memberikan klarifikasi terkait tudingan penggelapan uang sebesar Rp230 juta yang dilayangkan oleh calon jamaah Haji asal Kota Pontianak, Nurhaini dan suaminya. Pihak perusahaan menegaskan bahwa pemberitaan yang beredar tidak benar dan perlu diluruskan agar publik tidak salah memahami duduk perkara.
Kuasa hukum PT Alfath Tour dan Travel, Raymundus Loin, menjelaskan bahwa kasus tersebut sebenarnya telah diputus oleh Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.
“Saya sampaikan bahwa pemberitaan ini tidak benar. Kasus penggelapan tersebut sudah diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak,” ujar Raymundus dalam keterangan persnya, Kamis (30/10/2025).
Raymundus menegaskan, PT Alfath Tour dan Travel tidak pernah menerima uang seperti yang disebutkan oleh kuasa hukum korban dalam berbagai pemberitaan. Menurutnya, perkara tersebut telah melalui proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam putusan PN Pontianak, pelaku utama bernama Suherdi alias Herdi dinyatakan bersalah dan di jatuhi hukuman tiga tahun enam bulan penjara. Dalam persidangan, Suherdi mengakui bahwa terdapat 30 calon jamaah Haji yang gagal diberangkatkan ke Tanah Suci Mekah.
Selain itu, salah satu pihak dari PT Alfath berinisial AJ turut didakwa dengan Pasal 55 KUHP. Berdasarkan putusan majelis hakim, AJ divonis enam bulan penjara, namun setelah upaya banding, hukumannya dikurangi menjadi tiga bulan.
“Untuk AJ, kami masih melakukan upaya hukum kasasi dan masih menunggu hasilnya,” terang Raymundus.
Lebih lanjut, Raymundus menjelaskan bahwa berdasarkan fakta persidangan, kliennya memang pernah menerima uang pendaftaran umroh sebesar Rp700 juta dari Suherdi. Namun seluruh dana tersebut telah dikembalikan dan diakui di depan persidangan.
“Klien kami tidak pernah bertemu, berkomunikasi, atau menerima uang langsung dari calon jamaah Haji,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan munculnya kembali pemberitaan tentang laporan polisi oleh pihak yang sama, padahal perkara tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap.
“Pertanyaannya, apa yang klien kami gelapkan? Fakta persidangan jelas menunjukkan uang itu berada pada Suherdi. Ini yang perlu kami luruskan agar tidak menyesatkan publik,” ujarnya.
Raymundus menegaskan, sesuai dengan Pasal 76 KUHAP, seseorang tidak dapat dituntut dua kali atas perbuatan yang sama yang sudah diputus oleh pengadilan.
“Untuk menghindari kriminalisasi dan ketidakpastian hukum, kami tekankan kembali bahwa perkara ini sudah diputus dan pelaku utama sudah menerima vonisnya,” katanya.
Sebagai langkah penyelesaian, Raymundus menyarankan agar pihak korban yang merasa dirugikan menempuh jalur hukum perdata bila masih ada kerugian yang belum dikembalikan.
“Gunakan putusan pidana sebagai dasar untuk menuntut ganti rugi. Jangan membangun opini yang tidak benar dan merusak nama baik perusahaan,” tutup Raymundus. (RED)
