28/08/2025

Kasus Dugaan Pelecehan, Kuasa Hukum Minta Jangan Ada Penghakiman Dini

Kartius

Kartius SH., M.Si, Kuasa Hukum SU, seorang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Dinas Sosial Kalimantan Barat. (Foto/InspirasiKalbar)

InspirasiKalbar, Pontianak – Kasus dugaan pelecehan anak asuh yang melibatkan SU, aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Dinas Sosial Kalimantan Barat, terus menyita perhatian publik.

Kuasa hukum SU, Kartius, meminta masyarakat untuk tidak tergesa-gesa menghakimi kliennya, sebab menurutnya tuduhan yang beredar di publik tidak sepenuhnya sesuai dengan fakta hukum yang sebenarnya.

Kartius menegaskan, kliennya tidak pernah melakukan hubungan intim sebagaimana yang di kesankan dalam sejumlah pemberitaan.

“Saya ingin menegaskan bahwa SU tidak pernah melakukan hubungan intim dengan siapapun dalam konteks kasus ini. Publik harus memahami bahwa ada perbedaan besar antara pelecehan dan pencabulan, serta jangan buru-buru menilai sebelum ada putusan pengadilan,” tegas Kartius.

Kartius di Reuni Akbar FH Untan: Lulusan Hukum Harus Jadi Cahaya di Tengah Ketidakadilan

Menurut Kartius, berbagai informasi yang beredar cenderung menyudutkan dan membentuk opini publik seolah-olah SU telah bersalah. Padahal, ia menekankan bahwa hukum memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan pembelaan hingga pengadilan memutuskan perkara.

Dalam kapasitas SU sebagai pengasuh di UPT Panti Sosial Anak (PSA), wajar jika ada interaksi fisik dengan anak asuh, seperti menepuk bahu atau memberi pelukan. Hal tersebut, kata Kartius, seringkali di anggap bentuk kasih sayang dalam kehidupan sosial.

Namun, dalam konteks hukum perlindungan anak, tindakan sederhana itu bisa di tafsirkan sebagai pelecehan.

“Kalau di masyarakat, tepukan di bahu atau pelukan bisa saja di anggap wajar, bahkan bentuk perhatian. Tetapi dalam kacamata hukum, tafsirannya bisa berbeda. Inilah yang menurut kami perlu di lihat secara bijaksana,” jelasnya.

Kartius Hadiri Pembukaan PGD ke-39, Serukan Gawai Dayak yang Bermartabat dan Bebas Keributan

Kartius juga mengungkapkan adanya kejanggalan dalam laporan yang di sampaikan oleh sebagian anak asuh.

Menurutnya, ada pelapor yang baru melaporkan dugaan peristiwa setelah lama keluar dari UPT PSA.

“Salah satu pelapor katanya di lecehkan, tetapi faktanya dia sudah tidak berada di UPT sejak 2024. Pertanyaan kami, kenapa baru sekarang melapor? Hal seperti ini harus menjadi perhatian aparat penegak hukum dalam menilai keabsahan laporan,” ujarnya.

Laporan berantai

Ia menilai laporan-laporan yang muncul belakangan seperti reaksi berantai yang berpotensi merusak reputasi kliennya. “Jangan sampai opini publik yang di bentuk justru menghancurkan karakter seseorang, sementara proses hukumnya masih berjalan,” tambahnya.

Kartius Serukan Kebanggaan Dayak dalam Mengelola Credit Union

Di tengah tuduhan yang di arahkan, SU tetap mendapat dukungan penuh dari istrinya. Kartius menyebut, dukungan moral ini menjadi bukti bahwa keluarga masih mempercayai SU.

“Kalau memang seorang suami terbukti nakal, biasanya istri memilih diam. Tetapi istri SU justru hadir dan membela, menyatakan tetap mendukung suaminya apapun yang terjadi,” ungkap Kartius.

Kartius mengingatkan publik bahwa SU berhak mendapatkan pendampingan hukum, apalagi kasus ini memiliki ancaman hukuman yang cukup berat. Ia berharap masyarakat memberi ruang bagi aparat penegak hukum untuk bekerja secara objektif.

Warga Gugat PT SMS, Sidang Lapangan Ditemukan Lahan Tak Dikelola Oleh Perusahaan

“Kami akan menjalankan tugas secara profesional. Apakah SU bersalah atau tidak, biarlah nanti pengadilan yang membuktikan. Yang terpenting, semua pihak harus menghormati proses hukum,” katanya menegaskan.

Saat ini, Polresta Pontianak masih terus melakukan penyidikan dengan memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan alat bukti. Proses hukum di harapkan berjalan secara adil, transparan, dan tidak di pengaruhi opini publik yang berkembang di luar jalur pengadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *