Putusan praperadilan Hermato dianggap Dangkal

Insiden Penangkapan Warga Sajingan Menuai Kritik Hukum

Berita, Hukum175 Dilihat

Inspirasikalbar, Pontianak– Proses penangkapan Hermanto, seorang warga Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, telah menjadi sorotanForum Mahasiswa Bergerak untuk Keadilan Kalimantan Barat.

Kuasa hukum, dari Hermanto, Robert Wilson Berlyando, menyatakan keberatan terhadap langkah-langkah yang di lakukan pihak kepolisian.

Menurutnya Hermanto di tangkap secara paksa tanpa pemberitahuan resmi, dan langsung di tetapkan sebagai tersangka dalam kasus kerusuhan yang terjadi di pabrik kelapa sawit PT Wana Hijau Semesta (WHS).

Kerusuhan di pabrik sawit tersebut merupakan insiden kedua dalam satu bulan terakhir, yang di picu oleh surat edaran dari PT Alfa Ledo & Afiliasi kepada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di sekitar perusahaan.

Surat tersebut menghimbau agar PKS tidak menerima Tandan Buah Segar (TBS) hasil curian, yang menyebabkan ketegangan di masyarakat.

Pada tanggal 28 Agustus 2024, sekitar 100 orang melakukan aksi perusakan dan pembakaran aset perusahaan, dan Hermanto diduga terlibat dalam insiden tersebut.

Foto: Robert Wilson Berlyando Kuasa hukum Hermanto

Robert Wilson Berlyando menyampaikan dalam persidangan bahwa penetapan Hermanto sebagai tersangka tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

“Saya melihat bahwa hari ini keadilan berduka,” ujarnya Robert, Senin(21/10/2024), Di Pengadilan Negeri Pontianak.

Ia menilai keputusan hakim dalam kasus ini dangkal dan berbahaya. Hal itu di anggap tidak mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan adanya pemeriksaan calon tersangka sebelum penetapan status tersangka.

Dalam putusan MK terkait kasus serupa, penetapan tersangka harus di dasarkan pada dua alat bukti yang sah dan adanya pemeriksaan terhadap calon tersangka.

Namun, menurut Robert, proses penangkapan terhadap Hermanto di lakukan tanpa terlebih dahulu memanggilnya sebagai saksi atau terlapor.

“Bayangkan kita berdiri di sini, tiba-tiba di tetapkan sebagai tersangka dan di tangkap tanpa ada panggilan terlebih dahulu,” tambahnya.

Selain itu, Berlyando juga menyoroti kesaksian dari pihak kepolisian yang menurutnya tidak sesuai fakta.

“Kami menduga bahwa saksi dari pihak kepolisian memberikan keterangan yang tidak sebenarnya di bawah sumpah,” jelasnya.

Ia mengklaim bahwa penangkapan Hermanto di lakukan tanpa melalui pintu utama rumah, melainkan melalui jendela. Menurutnya penangkap itui lakukan tanpa pemberitahuan kepada ketua lingkungan setempat.

Penangkapan sudah sesuai prosedur dan sesuai putusan hakim.
Foto :Kasubid Bankum Bidkum Polda Kalbar, Kompol Dwi Harjana SH, MH,

Di sisi lain, pihak kepolisian yang di wakili oleh Kompol Dwi Harjana, menegaskan bahwa penangkapan Hermanto di lakukan sesuai prosedur.

Menurutnya, surat perintah penangkapan telah di tunjukkan kepada Hermanto, dan surat tembusan di berikan kepada keluarganya.

“Kami telah memenuhi ketentuan pasal 18 terkait penyerahan surat perintah penangkapan kepada keluarga tersangka,” ungkapnya.

Dwi Harjana juga menjelaskan bahwa jarak antara rumah Hermanto dengan lokasi keluarga yang menerima surat sekitar 7 hingga 9 jam perjalanan.

Oleh karena itu, surat tersebut di sampaikan secara elektronik melalui aplikasi pesan singkat.

“Itu sudah sesuai dengan persetujuan Hermanto sendiri,” tambahnya.

Dalam Persidangan dan Putusan Hakim.

 

Dalam persidangan, hakim memutuskan untuk menolak permohonan praperadilan yang di ajukan oleh Hermanto.

Hakim berpendapat bahwa penetapan tersangka dan penangkapan Hermanto telah di lakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

“Penetapan tersangka telah memenuhi minimal dua alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi dan bukti surat.” jelas ketua majelis hakim tunggal Tri retnaningsih dalam putusannya.

Foto : Forum Mahasiswa Bergerak untuk Keadilan Kalimantan Barat, yang diwakili oleh Palentino Sagai Lanying.

Meskipun demikian, Forum Mahasiswa Bergerak untuk Keadilan Kalimantan Barat, yang di wakili oleh Palentino Sagai Lanying, menyatakan kekecewaannya terhadap proses hukum yang berjalan.

“Proses hukum terhadap Hermanto harus menjadi perhatian nasional. Kami berharap seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah pusat, ikut mengawal kasus ini,” ujarnya.

Forum mahasiswa mendesak agar kasus ini di selesaikan dengan adil dan transparan, serta menjadi pelajaran bagi kasus-kasus serupa di masa depan.

Mereka juga menekankan pentingnya mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan dalam penegakan hukum di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *