Inspektorat Periksa Kades Sungai Bemban, Rugikan Desa Rp1,1 Miliar

Inspektur Inspektorat Kubu Raya, H. Y Hardito menyerahkani Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) pada Kamis (23/10/2025) di Aula Inspektorat Daerah Kubu Raya. Kepada Edi Candra Kades Sungai Bemban di dampingi perangkat Desa.
Inspirasikalbar, KUBU RAYA –Inspektorat Kabupaten Kubu Raya menemukan adanya penyalahgunaan pendapatan asli desa (PADes) di Desa Sungai Bemban, Kecamatan Kubu, yang menyebabkan kerugian keuangan desa mencapai Rp1,135 miliar.
Temuan itu bukan hasil laporan masyarakat, melainkan hasil audit menyeluruh Inspektorat terhadap pengelolaan keuangan desa tahun 2021–2024.
Kepala Desa Sungai Bemban, Edi Candra, bersama perangkatnya, resmi menandatangani Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) pada Kamis (23/10/2025) di Aula Inspektorat Daerah Kubu Raya.
Penandatanganan SKTJM itu menjadi penegasan bahwa pihak desa bersedia mengembalikan seluruh kerugian dalam jangka waktu 24 bulan.
Sebagai jaminan, perangkat dan Kepala Desa Sungai Bemban menyerahkan enam bidang tanah berisi kebun kelapa dan sawit, satu unit rumah, serta satu unit excavator dengan total nilai Rp1,64 miliar.
Jaminan ini di sertai surat kuasa jual yang ditandatangani di hadapan notaris, memberi kewenangan kepada pihak berwenang untuk melelang aset jika cicilan pengembalian tidak tuntas dalam waktu 24 bulan.
Inspektur Kabupaten Kubu Raya, H. Y. Hardito, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab hukum dan moral kepala desa dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan.
“Langkah ini bagian dari pengawasan yang terukur agar pengelolaan keuangan desa berjalan transparan dan akuntabel. SKTJM adalah komitmen bersama bahwa pihak desa siap menanggung dan mengembalikan kerugian negara,” ujar Hardito.
Perangkat Desa Kurang Pemahaman
Menurutnya, permasalahan ini tidak semata-mata karena niat buruk, tetapi juga akibat kurangnya pemahaman perangkat desa terhadap mekanisme pengelolaan keuangan.
“Sejak Undang-Undang Desa di berlakukan pada 2014, banyak desa masih belum paham bahwa seluruh pendapatan harus di kelola melalui APBDes. Tidak boleh di pakai langsung atau di bagikan sebagai aset pribadi,” jelasnya.
Hardito menyebut, kesalahan prosedur yang di lakukan Kades Edi Candra dan perangkatnya menjadi pelajaran penting bagi seluruh kepala desa, terutama desa-desa di sekitar wilayah perkebunan sawit.
“Kawasan seperti itu punya potensi pendapatan tinggi, tapi juga berisiko penyalahgunaan jika tidak di awasi dengan baik,” katanya.
Terkait mekanisme pengembalian, Inspektorat berpegang pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah.
Regulasi ini mengatur bahwa kerugian bisa di ganti secara bertahap maksimal dua tahun dengan jaminan setara nilai kerugian.
“Kalau dalam 24 bulan tidak lunas, maka jaminan itu akan di lelang, dan hasilnya disetorkan ke kas desa,” tegas Hardito.
Lebih jauh, Inspektorat tidak hanya menindak, tetapi juga melakukan pembinaan menyeluruh. Hardito menuturkan, lembaganya memiliki tiga peran utama: pembinaan konsultatif, pencegahan, dan pengawasan (watchdog).
“Kami tidak berhenti di pemeriksaan. Setelah ini, pembinaan akan terus di lakukan bersama PEMDES dan camat selaku pembina desa langsung. Inspektorat adalah garis pertahanan ketiga. Yang pertama adalah niat baik pemerintah desa sendiri, kedua pembinaan dari OPD terkait,” paparnya.
Ia menambahkan, langkah Inspektorat bukan hanya mencari kesalahan, tetapi juga mendorong pemulihan aset desa agar tetap kembali ke masyarakat.
“Ini tetap produk hukum, tapi pendekatannya bukan hanya sanksi, melainkan tindakan administratif untuk pemulihan aset,” ujarnya.
Hardito menegaskan, kasus Sungai Bemban menjadi cerminan penting bagi seluruh desa agar lebih berhati-hati dalam mengelola dana publik.
“Uang desa itu uang rakyat. Harus dikelola dengan benar, bukan untuk kepentingan pribadi. Inspektorat akan terus mengawal agar tidak ada lagi penyimpangan serupa,” tutupnya.
