LAKI dan Kortastipidkor Mabes Polri Sinergi Cegah Korupsi

Foto :Ketua Umum DPP LAKI, Burhanudin Abdullah dan Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Mabes Polri, Irjen Pol Cahyono Wibowo
Inspirasikalbar, Jakarta – Tim DPP Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) mengadakan audiensi dengan Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Mabes Polri, Irjen Pol Cahyono Wibowo, pada Rabu, 19 Maret 2025. Pertemuan ini bertujuan memperkuat sinergi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Ketua Umum DPP LAKI, Burhanudin Abdullah, memimpin rombongan yang terdiri dari Ali Anafia, Glorio Sanen, Henny Sumantri, Ali Lewi, Ir. Rosnawaty, dan Ir. Yatty Maryati. Sementara itu, Irjen Pol Cahyono Wibowo hadir bersama Kasubdit dan jajaran Kortastipidkor Mabes Polri.
Irjen Pol Cahyono Wibowo mengapresiasi kehadiran LAKI dalam mendukung pemberantasan korupsi. “Kami berterima kasih kepada LAKI yang telah hadir dan memberikan dukungan terhadap program pemberantasan korupsi sesuai visi Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita ke-7,” ujar Cahyono Wibowo.
Ia menegaskan bahwa jajarannya akan fokus pada upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi. “Sejak awal tahun 2025, Kortastipidkor bertanggung jawab langsung kepada Kapolri. Kami akan bekerja maksimal untuk menciptakan pemerintahan yang bersih,” tegasnya.
Menetapkan 20 Mei sebagai Hari Anti Korupsi Indonesia
Dalam pertemuan itu, LAKI menyampaikan sejumlah usulan terkait penguatan hukum dan pemberantasan korupsi. Salah satu usulan penting adalah menetapkan 20 Mei sebagai Hari Anti Korupsi Indonesia. Burhanudin Abdullah menilai bahwa peringatan ini akan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya korupsi.
“Hari Anti Korupsi Sedunia jatuh pada 9 Desember. Namun, Indonesia perlu momentum khusus agar masyarakat lebih sadar akan bahaya laten korupsi,” jelas Burhanudin.
Selain itu, LAKI mengusulkan revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dengan klasifikasi sanksi yang lebih adil. “Pelaku korupsi berasal dari tiga kategori, yaitu pihak swasta, pemerintah, dan penegak hukum. Mereka memiliki tanggung jawab berbeda, sehingga hukumannya tidak bisa disamakan,” lanjutnya.
Burhanudin juga menekankan pentingnya sanksi sosial bagi koruptor. “Selain hukuman pidana, koruptor harus mendapat sanksi sosial agar ada efek jera,” ujarnya.
Tahanan koruptor harus terpisah
Usulan lain yang di ajukan adalah pemisahan tahanan koruptor dari tahanan pidana umum. Menurutnya, usulan ini sudah di sampaikan sejak tiga tahun lalu kepada Presiden, DPR RI, Menkopolhukam, dan lembaga penegak hukum lainnya.
“Kami ingin tahanan koruptor di pisah dari tahanan pidana umum. Ini demi efektivitas pembinaan dan memberikan dampak psikologis yang lebih besar kepada pelaku korupsi,” jelas Burhanudin.
LAKI juga meminta agar Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 di perkuat, khususnya terkait penanganan pengaduan masyarakat (Dumas). “Penyidik harus lebih cermat dalam menindaklanjuti pengaduan. Jika belum ada alat bukti kuat, lebih baik tidak di lanjutkan agar tidak menimbulkan dampak psikologis bagi terlapor,” katanya.
Burhanudin menambahkan bahwa hukum harus mempertimbangkan berbagai aspek. “Aspek sosial, lingkungan, ekonomi, dan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan dalam penegakan hukum. Kita tidak boleh kaku dalam menegakkan keadilan,” tegasnya.
Audiensi tersebut berlangsung dalam suasana konstruktif. LAKI menyampaikan rasa terima kasih kepada Kapolri melalui Kakortastipidkor atas kesempatan yang di berikan.
“Kami mengapresiasi Mabes Polri yang terbuka terhadap masukan masyarakat. Dalam waktu dekat, LAKI dan Kortastipidkor akan menggelar sosialisasi pencegahan korupsi di berbagai daerah,” tutup Burhanudin.