MASINDO Soroti Urgensi Pencegahan Penyakit Tidak Menular

Bisnis674 Dilihat

Dalam semangat peringatan Hari Kesehatan Nasional 2023, Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO) menggelar webinar bertajuk “Upaya Preventif & Sadar Risiko Penyakit Tidak Menular”. Acara yang berlangsung di Jakarta pada Kamis (30/11/2023) ini mendorong aksi untuk meningkatkan kesadaran tentang Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia.

JAKARTA – Dalam semangat peringatan Hari Kesehatan Nasional 2023, Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO)
menggelar webinar bertajuk “Upaya Preventif & Sadar Risiko Penyakit Tidak Menular”.
Acara yang berlangsung di Jakarta pada Kamis (30/11/2023) ini mendorong
aksi untuk meningkatkan kesadaran tentang Penyakit Tidak Menular (PTM) di
Indonesia.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes. membuka sesi dengan menyoroti pentingnya
mengendalikan faktor risiko dan deteksi dini. “Kalau kita bicara terkait
dengan penyakit tidak menular, memang yang paling penting adalah bagaimana kita
mengendalikan faktor risiko dan mengupayakan deteksi penyakit sedini
mungkin,” ujar Dr. Eva.

Pendekatan pencegahan yang strategis menjadi
sangat penting.
Dalam 10 tahun terakhir,
penyakit tidak menular semakin meningkat. Saat ini, PTM menjadi penyebab 70% kematian dan sumber terbesar beban pembiayaan
kesehatan di Indonesia. “Maka fokus kita terutama bagaimana kita mengendalikan
faktor risiko. Jadi kita satu tujuan dengan MASINDO, bagaimana kita
menggerakkan masyarakat untuk mengendalikan faktor risikonya, dan berupaya
untuk hidup sehat,” tambahnya.

Menurut Dr. Eva, Kementerian
Kesehatan berkomitmen untuk melibatkan berbagai sektor lintas bidang dalam
upaya penanganan penyakit tidak menular, mengingat banyaknya pihak yang perlu
dilibatkan dalam kerja sama ini.

“Di bidang penelitian, kami memerlukan
studi yang dapat menjadi dasar bagi kebijakan yang akan diambil di masa depan,
serta evaluasi efektivitas kebijakan yang telah diimplementasikan. Kami juga
terbuka terhadap inovasi dalam pendekatan komunikasi dengan masyarakat,”
terangnya.

dr. RA Adaninggar Primadia Nariswari,
Sp.PD, atau yang dikenal
sebagai dr. Ningz, seorang praktisi dan
komunikator kesehatan yang
juga menjadi narsumber dalam webinar ini, mengungkapkan PTM sering kali berkaitan dengan gaya hidup
yang tidak sehat, seperti kebiasaan merokok, kurang berolahraga, dan konsumsi
alkohol. Untuk itu, upaya preventif harus menjadi bagian tak terpisahkan dari
kehidupan sehari-hari.

“Pencegahan bisa dilakukan di semua
titik, mulai dari pencegahan primer dengan mendeteksi individu berisiko,
sekunder untuk mencegah komplikasi, hingga tersier untuk mencegah cacat dan
kematian. Edukasi masyarakat adalah kunci untuk mengubah perilaku,” kata dr. Ningz.

Dalam era digital yang serba cepat ini,
tantangan dalam menyampaikan edukasi kesehatan menjadi lebih kompleks, terutama
di media sosial. “Meskipun banyak yang menggunakan smartphone,
kesadaran untuk mengecek kebenaran informasi masih sangat terbatas, bahkan di
kalangan masyarakat berpendidikan tinggi pun, masih sering terjadi pengulangan
mitos atau hoax yang keliru,”
tambahnya.

Ia menekankan perlunya kolaborasi pentahelix (multipihak) dalam
upaya perubahan perilaku masyarakat. “Kerja sama antara pemerintah,
masyarakat, akademisi, pelaku usaha, dan media sangat penting. Program edukasi
publik yang dirancang harus diikuti dengan kegiatan sosialisasi, advokasi,
implementasi, dan evaluasi untuk mencapai perubahan perilaku yang
signifikan,” pungkasnya.

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Center of Youth and
Population Research (CYPR), Boedi Rheza, turut memberikan pandangan tentang
peningkatan prevalensi PTM dan urgensi riset serta inovasi dalam mengatasi
masalah ini. “Peningkatan ini menunjukkan adanya
kebutuhan mendesak untuk edukasi dan kebijakan kesehatan yang lebih efektif
seperti konsep pengurangan risiko, mengingat dampak PTM terhadap kualitas hidup
dan beban ekonomi di masyarakat,”
jelas Boedi.

Boedi menyoroti pentingnya intervensi dini
untuk mengubah perilaku berisiko, seperti konsumsi alkohol dan rokok, yang
semakin umum di masyarakat Indonesia. “Kenaikan signifikan dalam kasus
kanker, stroke, dan penyakit ginjal kronis, seperti yang ditunjukkan oleh data
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018, mencerminkan tantangan kesehatan
yang dihadapi generasi muda saat ini,” kata Boedi. “Ini bukan hanya
tentang angka, tetapi tentang memahami dan merespons tren ini dengan strategi
kesehatan publik yang efektif,” ucap Boedi.

Ia mengambil contoh untuk mengurangi prevalensi
perokok, dapat diterapkan konsep pengurangan bahaya tembakau, seperti produk tembakau yang dipanaskan
(HTP) dan terapi penggantian nikotin. “Konsep
ini dapat menjadi
pertimbangan dalam upaya mengurangi risiko kesehatan dari merokok. Namun, pendekatan ini perlu dipertimbangkan dalam konteks mengurangi dampak buruk
dari kebiasaan merokok, khususnya terkait dengan PTM seperti kanker paru-paru
dan penyakit jantung,” jelas
Boedi.

Menurut Boedi, penggunaan data real-time
dalam memantau prevalensi dan tren PTM adalah salah satu kunci untuk mendukung
analisis komprehensif faktor risiko dan pengembangan kebijakan berbasis bukti
ilmiah. “Kita harus memahami pentingnya riset dan inovasi dalam menangani
PTM. Kebijakan kesehatan yang efektif harus berfokus tidak hanya pada
pengurangan dampak buruk tetapi juga menyediakan informasi lengkap dan akurat
kepada masyarakat,” pungkasnya.

Melalui webinar ini, MASINDO berharap
dapat terus memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan pengelolaan PTM. Dengan
inisiatif yang berfokus pada pendidikan, advokasi, dan kolaborasi, webinar ini
tidak hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga platform aksi yang mendorong
perubahan positif dalam masyarakat.