NELAYAN KALBAR DESAK DPRD HENTIKAN PEREDARAN IKAN IMPOR

FOTO : Ikan Makarel atau Salem Impor di Bawa Demo Ke DPRD Provinsi Kalbar
Inspirasikalbar, Pontianak — Ratusan nelayan bersama mahasiswa di Kalimantan Barat menggelar aksi di depan Gedung DPRD Provinsi Kalbar, Senin (21/4/2024). Mereka menyampaikan aspirasi menolak masuknya ikan impor asal China yang di nilai merugikan nelayan lokal.
Dalam aksi tersebut, para nelayan mengeluhkan berbagai persoalan yang selama ini mereka hadapi. Mulai dari sulitnya mendapatkan BBM solar, aturan perizinan yang berbelit, hingga membanjirnya kapal cantrang dari luar Kalimantan Barat dan Vietnam.
Selain itu, nelayan juga mengaku belum mendapatkan jaminan asuransi kecelakaan saat melaut, padahal pekerjaan mereka penuh risiko terutama di musim cuaca buruk.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kalbar, Hermili Jamani mengatakan, persoalan ikan impor jenis makarel asal China menjadi keresahan utama nelayan. Pasalnya, harga ikan makarel impor jauh lebih murah di bandingkan ikan tangkapan lokal, padahal kualitasnya sangat bagus.
“Ikan makarel impor ini kualitasnya bagus, mulus dan mengkilap. Harganya Rp18.000-Rp20.000 per kilogram, sedangkan ikan lokal seperti kabin, harganya Rp25.000-Rp30.000 dengan kondisi fisik yang kalah mulus. Ini jelas mematikan harga ikan lokal,” ujarnya.

Padahal, sesuai aturan, ikan impor seperti salem dan makarel hanya di perbolehkan untuk industri pemindangan atau pengalengan, bukan di jual bebas di pasar. Regulasi tersebut di atur dalam Peraturan Menteri Perikanan No. 1 Tahun 2021, Permen KP No. 6 Tahun 2023, dan PP No. 9 Tahun 2018.
Namun di lapangan, ikan-ikan impor ini masih mudah di temui di pasar bebas, sehingga berdampak besar terhadap pendapatan nelayan lokal. Bahkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sempat menyegel beberapa gudang penyimpanan ikan salem impor yang beredar tidak sesuai peruntukan.
Dalam aksi tersebut, para nelayan dan mahasiswa juga menyuarakan keberatan atas penerapan retribusi tambat labuh di Kalbar. Mereka menganggap kebijakan itu memberatkan nelayan, apalagi saat kapal sedang tidak beroperasi karena cuaca buruk atau perbaikan.
“Kami menolak membayar pungutan saat kapal kami sedang rusak atau cuaca buruk. Selain itu, banyak juga yang belum di jamin kesehatannya, apalagi asuransi di laut. Ini harus jadi perhatian pemerintah,” tambahnya.
Tuntutan Nelayan dan Mahasiswa Kalbar:
Mendesak aparat berwenang menindak tegas peredaran ikan impor makarel dan salem yang tidak sesuai peruntukan.
Mengkaji ulang Pergub Nomor 43 Tahun 2024 tentang pelaksanaan retribusi daerah, khususnya retribusi tambat labuh.
Meminta DPRD ikut melakukan pengawasan terhadap hak-hak nelayan.
Menuntut DPRD merevisi regulasi pungutan berlayar bagi nelayan.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi 2 DPRD Provinsi Kalbar, Fransiskus Ason mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi tersebut dengan menggelar rapat bersama instansi terkait.
“Kita akan panggil Dinas Perikanan, Bea Cukai, Karantina, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mengklarifikasi semua yang disampaikan. Apakah legal atau tidak, nanti akan kita pastikan,” ujar Fransiskus.
Para nelayan berharap, aksi ini dapat membuahkan hasil nyata dan kebijakan yang lebih berpihak kepada kesejahteraan mereka.