Prof Todung Lubis: Advokat Harus Punya Empati dan Komitmen Sosial

IKADIN

Berita, Hukum, Nasional70 Dilihat

InspirasiKalbar, Pontianak  – Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Prof. Todung Mulya Lubis, menyampaikan pesan penting usai menghadiri pelantikan Dewan Pengurus Daerah (DPD) IKADIN Kalimantan Barat, Sabtu malam (14/9/2024).

Dalam pernyataannya, ia menekankan pentingnya peran advokat yang lebih dari sekadar mencari keuntungan finansial.

“Advokat itu harus punya empati, harus punya komitmen sosial, jangan hedonis, jangan semata-mata jadi advokat untuk mencari uang,” ujar Prof. Todung.

Ia menekankan bahwa advokat memiliki tanggung jawab untuk membantu masyarakat marginal yang membutuhkan bantuan hukum.

Prof. Todung juga menyoroti bahwa akses bantuan hukum di Indonesia masih jauh dari memadai. Menurutnya, Indonesia menghadapi masalah yang sangat kompleks, termasuk ketidakadilan yang masih terjadi di banyak tempat.

“Masih banyak orang miskin, masih banyak orang yang di PHK, masih banyak orang yang kelaparan,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa tantangan yang di hadapi advokat di Indonesia bukan hanya tantangan hukum, tetapi juga tantangan sosial.

Meskipun Indonesia kaya akan sumber daya alam, banyak masalah yang masih harus diselesaikan, terutama dalam hal ketidakadilan.

“Indonesia, negara kaya, punya banyak sekali sumber daya alam, tapi tidak baik-baik saja. Jadi banyak masalah yang kita hadapi,” tegasnya.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia ini juga berharap agar pemerintahan yang akan datang, khususnya di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, dapat memperbaiki pendekatan hukum di Indonesia.

“Mudah-mudahan pemerintahan Prabowo Subianto itu akan bisa melihat betapa lemahnya pendekatan hukum di Indonesia dan bisa memiliki prioritas yang sangat utama untuk menghidupkan kembali harapan kita untuk keadilan di Indonesia,” harapnya.

Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tidak tajam ke bawah, tumpul ke atas.

“Jadi jangan hanya mikirin ekonomi. Ekonomi 8 persen, 49 persen bisa capai, tapi tidak ada artinya ekonomi 8 persen kalau tidak menetes ke bawah. Kalau tidak ada keadilan. Keadilan itu hanya bisa dicapai kalau kita menegakkan hukum dengan benar,” kata guru besar Universitas Indonesia tersebut.

Pesan ini menjadi refleksi bagi para advokat dan pemerintah untuk melihat kembali peran mereka dalam menegakkan hukum yang berlandaskan keadilan, bukan sekadar formalitas hukum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *