Tokoh Masyarakat Sintang Minta HPI Group Cabut Laporan Terhadap 4 Kades di Ketungau Hulu

Konflik Perusahaan Sawit

Berita, Hukum, Nasional268 Dilihat

InspirasiKalbar, Pontianak – Konflik antara masyarakat empat desa di Kecamatan Ketunggau Hulu, Kabupaten Sintang, dengan perusahaan sawit PT Kiara Sawit Abadi (KSA) HPI Group semakin memanas.

Perwakilan masyarakat dan kepala desa dari Desa Sebadak, Sepiluk, Ujung Kempas, dan Empunak Tapang Keladan menyuarakan protes terhadap perusahaan yang melaporkan empat kepala desa ke Polda Kalbar terkait pengambilan miko atau limbah sawit.

Tokoh pemuda yang juga dikenal sebagai Panglima Aliansi Solidaritas Anak Peladang (ASAP) Kabupaten Sintang, Andreas, mendesak agar PT KSA mencabut laporan tersebut dan mengedepankan perdamaian.

Menurutnya, tindakan empat kepala desa tersebut tidak melanggar hukum karena pengambilan miko sudah melalui kesepakatan bersama yang juga di tandatangani oleh pihak perusahaan.

“Kami sudah turun langsung ke lokasi dan melihat sendiri situasinya. Pengambilan miko atau limbah sawit di pabrik Gelatik Mill ini dilaporkan ke Polda Kalbar oleh perusahaan. Jika terus di biarkan, ini bisa memicu kejadian yang tidak kita inginkan,” ungkap Andreas kepada sejumlah wartawan di Pontianak, Rabu 18 September 2024.

Ia menegaskan bahwa pihak HPI Group harus mencabut laporan di Polda Kalbar dan berdamai dengan empat kepala desa.

Andreas menambahkan bahwa tidak ada unsur pencurian dalam kasus ini, karena seluruh prosedur surat-menyurat sudah lengkap dan ditandatangani oleh perusahaan serta disaksikan oleh aparat Polsek dan Koramil setempat.

“Pihak HPI Group diminta untuk tidak memaksakan sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Kami meminta kasus ini diselesaikan secara damai tanpa konflik. Jika perusahaan ingin berinvestasi dengan baik, maka berikan yang terbaik kepada masyarakat dan berdamailah dengan empat kepala desa tersebut,” tegasnya.

Andreas juga menyoroti sikap pihak HPI Group yang enggan hadir dalam mediasi yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Sintang dengan alasan kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polda Kalbar.

Ia mengingatkan bahwa perusahaan memperoleh Izin Usaha Perkebunan (IUP) dari pemerintah daerah dan seharusnya menghormati upaya mediasi.

“Jangan ada propaganda dari pihak perusahaan dengan merekrut oknum-oknum masyarakat untuk menjadi pembela perusahaan. Ingat, itu adalah politik devide et impera yang hanya akan memecah belah masyarakat. Jika terjadi bentrok antara masyarakat, pihak HPI Group harus bertanggung jawab penuh,” lanjut Andreas.

Selain itu, Adreas menegaskan bahwa jika perusahaan tetap mengabaikan permintaan masyarakat, masalah ini akan dilaporkan ke Kementerian ATR/BPN karena ada beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan.

Salah satunya adalah janji untuk memberikan listrik kepada masyarakat yang hingga kini belum direalisasikan.

“Perusahaan ini seharusnya memberikan CSR, termasuk listrik, tapi justru menahan upaya pemerintah untuk menyediakan listrik kepada masyarakat. Limbah yang terbuang sangat banyak, boleh dibuang ke sungai tapi tidak boleh dikelola oleh masyarakat. Ini sangat ironis,” kritik Andreas.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan tokoh masyarakat Sintang, Agustinus, juga memberikan penekanan terhadap kasus ini.

Menurutnya, PT KSA tidak menghargai keberadaan Polres Sintang dalam penanganan masalah ini dan cenderung menghambat pembangunan di wilayah tersebut.

“Kami sampaikan dengan tegas, jika perusahaan masih ngotot, kami akan melawan. Kami tidak takut karena berada di pihak yang benar,” pungkas Agustinus.

Konflik ini menjadi perhatian banyak pihak di Kalimantan Barat, terutama terkait hubungan antara perusahaan sawit dan masyarakat lokal.

Semua pihak berharap agar masalah ini bisa di selesaikan dengan cara damai dan tidak berujung pada konflik yang lebih besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *