WALHI Pertanyakan Kehadiran Negera Untuk Memulihkan Kerusakan Gambut

Walhi

Walhi Kalimantan Barat Pertanyakan kehadiran Negara untuk memulihkan kerusakan Gambut. (Foto/Ist)

InspirasiKalbar, Pontianak – Walhi Kalbar merilis hasil pemantauan ekosistem gambut di Kawasan Hidrologis Gambut Sungai Durian Sungai Kualan (KHG SDSK).

Tiga perusahaan yang dipantau yakni PT Mayawana Persada, PT Kalimantan Agro Lestari, dan PT Jalin Vaneo.

Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Hendrikus Adam, memimpin langsung pemaparan hasil pemantauan tersebut di Pontianak, Rabu siang.

“Seperti tak ada negara saat ekosistem gambut rusak akibat izin usaha berbasis hutan dan lahan,” tegas Adam.

Adam menyebut, negara justru menerbitkan aturan dan izin yang melegalkan perusakan ekosistem gambut selama ini.

Padahal, Pasal 30 PP 57 Tahun 2016 mewajibkan perusahaan memulihkan gambut sesuai izin lingkungannya.

Pasal 31A menegaskan, jika abai, pemerintah bisa memulihkan lahan dengan biaya ditanggung perusahaan.

Hal senada juga tercantum dalam PermenLHK P.16 Tahun 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Gambut.

Menurut Adam, kebakaran besar 2015 membuktikan lemahnya perlindungan ekosistem gambut di Kalimantan Barat.

Dalam lima tahun terakhir, Walhi Kalbar aktif memantau kondisi dan pemulihan gambut di wilayah ini.

Pemantauan 2024 berlangsung Januari-Maret di sekitar KHG SDSK terhadap tiga perusahaan tersebut.

Tiga variabel dipantau Walhi Kalbar: kelestarian lahan, kondisi hidrologi, dan kondisi sosial masyarakat sekitar.

Indikatornya antara lain pH tanah, kelembaban, vegetasi, lebar kanal, tinggi muka air, hingga konflik lahan.

Hasilnya, ketiga perusahaan di duga sengaja merusak gambut untuk memperluas perkebunan sawit dan albasia.

Mereka mengeringkan air gambut, alihkan fungsi kawasan lindung, hingga rampas sumber penghidupan warga.

Walhi menemukan limbah sawit mencemari lingkungan sekitar, memperparah kerusakan ekosistem gambut SDSK.

“Negara membiarkan pelanggaran ekologi dan hak asasi manusia di kawasan ini,” ujar Adam.

Ketiga perusahaan di nilai terus buka lahan tanpa mematuhi aturan perlindungan ekosistem gambut nasional.

Mereka membuat kanal buatan untuk mengalirkan air, agar tanaman sawit dan albasia tak terendam.

“Pembiaran ini indikasi ketiganya kebal hukum lingkungan dan HAM nasional,” tutup Adam.

Selain Walhi Kalbar, hadir juga Khairil Anwar dari Dinas LHK Kalbar dan Rosi Widia NA dari TRGD Kalbar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *