Waspada Asap, Udara Tidak Sehat: Pemerintah Mesti Sigap!

Karhutla

Berita, Daerah, Nasional146 Dilihat

InspirasiKalbar, Pontianak – Kabut asap pekat mulai menyelimuti ibu kota provinsi Kalimantan Barat, Kota Pontianak.

Dari pantauan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) hingga pukul 20.00 WIB pada Kamis malam (25/7/2024), angka ISPU mencapai 132, yang masuk dalam kategori tidak sehat.

Bahkan hingga hari ini, Jumat (26/7/2024) pukul 11.30 WIB, angka ISPU masih berada di angka 112, tetap dalam kategori tidak sehat.

Dalam beberapa hari terakhir, kondisi udara memang tampak mendung akibat polusi asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Walhi Kalimantan Barat mencatat sepanjang Juli 2024, terdapat sedikitnya 778 titik panas yang tersebar di berbagai wilayah Kalimantan Barat, kecuali di Kota Singkawang dan Kota Pontianak.

Sebaran hotspot tersebut antara lain, Sanggau: 24%, Ketapang: 15%, Landak: 12%, Bengkayang: 11%, Kubu Raya: 8%, Sekadau: 8%, Kapuas Hulu: 5%, Sintang: 5%, Melawi: 4%, Mempawah: 3%, Sambas: 3%, Kayong Utara: 2%.

Pada tahun 2023, sepanjang 1 hingga 31 Agustus, Walhi Kalimantan Barat mencatat ada 7.376 hotspot terpantau pada 235 konsesi (sawit dan HTI) di Kalimantan Barat.

Direktur Walhi Kalbar, Hendrikus Adam, mengungkapkan bahwa di tengah bencana asap dengan kondisi udara yang tidak sehat, di perlukan upaya deteksi dini dengan informasi yang mudah di akses oleh warga. Saat ini, papan informasi ISPU di Kota Pontianak tidak berfungsi.

“Sejauh ini belum terlihat upaya pemerintah memastikan warga mengetahui kondisi udara pada level mana dan belum ada juga himbauan pihak terkait apa yang mesti dilakukan warga agar terhindar dari risiko kesehatan akibat polusi asap. Layanan kesehatan juga belum disiagakan untuk merespons situasi ini,” ungkap Adam.

Lebih lanjut, Hendrikus menilai bahwa dalam kondisi udara tidak sehat, pemerintah harus lebih sigap memastikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat terlindungi.

“Negara melalui aparatur pemerintah harus hadir memastikan perlindungan hak dasar warga atas lingkungan yang baik dan sehat. Penegakan hukum atas konsesi yang diduga terlibat dalam kasus karhutla juga masih jauh dari harapan,” jelasnya.

Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, menambahkan bahwa asap di Pontianak merupakan tanda bahaya darurat karhutla. Ia memperingatkan pemerintah bahwa karhutla adalah kejahatan lingkungan yang luar biasa.

“Hingga saat ini, pemerintah tidak menjawab akar persoalan karhutla yaitu rusaknya ekosistem hutan dan Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) akibat aktivitas korporasi sawit dan hutan tanaman industri. Jika akar persoalan ini tidak di selesaikan, sepuluh tahun ke depan rakyat tetap akan menjadi korban karhutla,” kata Uli.

Pada 2023 lalu, WALHI melaporkan sebanyak 194 korporasi yang terdapat titik api dan kebakaran di lahan konsesinya, dengan 38 korporasi di antaranya merupakan residivis yang juga terbakar lahannya pada 2015 hingga 2020.

Namun, hingga kini belum jelas sejauh mana penegakan hukum yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). (Walhi)