Mengenal lebih dekat Yohanes Supriyadi Putra Dayak Asal Menjalin

Blog694 Dilihat

JEJAK HIDUP DAN NUBUATNYA YOHANES SUPRIYADI

Oleh Pdt. Alipius, S.Th

Kalimantan Barat Maju

InspirasiKalbar, Pontianak – Kata orang, apalah arti sebuah nama. Akan tetapi, nama YOHANES SUPRIYADI, bagi saya memang lain. Nama ini terbukti memiliki pengaruh besar bagi kehidupan pribadinya dan orang lain yang dekat dengannya, hari ini dan kelak.

Nama yang terdiri dari dua kata: Yohanes dan Supriyadi inisekarang adalah Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Solidaritas Indonesia Kalimantan Barat, Ketua Dewan Adat Dayak Kecamatan Pontianak Barat, Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Bala Adat Dayak Kalimantan Barat, dan Sekretaris Umum Pengurus Wilayah Pergerakan Indonesia Kalimantan Barat.

Kesehariannya, ia adalah seorang Manager di beberapa perusahaan Industri Kehutanan, yang tersebar di Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat.

Dari nama depannya,Yohanes, kita dengan mudah menebak bahwa ia seorang Kristen. Nama ini terdapat dalam Alkitab. Dikisahkan, sebelum dibaptis menjadi Katolikpada 1984, Bang Yohanes ini sempat dipanggil Adijayaoleh ayahnya,yang terinspirasi dari tokoh sejarah kebanggaan masyarakat Mempawah Hulu dimasa lalu, “Panembahan Adijaya Kesuma”, pahlawan yang gagah berani berperang dengan Belanda di sepanjang DAS Mempawahdan Sungai Melinsam. Setelah dibaptis menjadi Katolik di Tanjam, Adijaya menjadi nama kedua dibelakang.

Yohanes pemberian seorang pastor Dayak, Matheus Sanding, OFM. Cap, asal Jangkang. Mungkin ia ingin Adijaya kelak dapat mengikuti jejak hidup tokoh sejarah Kristen yang bernama Yohanes sebagaimana kisahnya di Alkitab: Murid Yesus yang setia sampai akhir – Pengarang Injil – Pembaptis. Namanya kemudian menjadi Yohanes Adijaya hingga tahun 1989, diambil dari seorang tokoh Kristen yang berpengaruh, dan seorang tokoh perjuangan dari Mempawah.

Nama Yohanes Adijaya berubah lagi ketika ia pindah ke Nangka, dan menamatkan sekolahnya di SDN 6 Nangka (SD Inpres), seorang guru yang berasal dari tanah Jawa, Sujardi, mengganti Adijaya dengan Supriyadi. Dikatakan, “Adijaya” adalah pahlawan Melayu, sementara Supriyadi adalah pahlawan Indonesia.

Sang guru kemudian bercerita tentang kisah Supriyadi, sang pahlawan Indonesia yang gagah berani memimpin milisi PETA berperang melawan tentara Jepang di Blitar, Jawa Timur. Ia adalah Menteri Keamanan Rakyat pertamakalinya ketika Indonesia dibentuk pada 1945. Sejak itulah, namanya menjadi YOHANES SUPRIYADI, sampai sekarang ini.

Bang Yohanes, begitu dia biasa dipanggil sekarang ini, pada tahun 2023, menjadi perbincangan public ketika ia didapuk sebagai Ketua Umum Panitia Pekan Gawai Dayak Kalimantan Barat ke-37 yang diadakan di Rumah Radakng, Kota Pontianak, pada 16-23 Mei 2023 lalu. Event budaya nasional dari Kalimantan Barat ini dihadiri lebih dari 8.000 pengunjung setiap harinya, dan lebih 20.000 pengunjung pada puncak acara dan penutupan. Bukan hanya

soal jumlah kehadiran pengunjung saja, yang berbeda adalah, ia menggelar Seminar Nasi0nal Kebudayaan Dayak, yang menghadirkan 2 Wakil Menteri di Kabinet Indonesia Maju, dan seorang tokoh adat terkemuka yang bergelar Patih Jaga Pati dari Kerajaan Ulu Aik, Ketapang sebagai narasumber. Ketiga narasumber tingkat nasional ini berbicara tentang Kebudayaan Dayak, Pertanahan dan Tata Ruang, serta Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pada event budaya dan pariwisata yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan itu, Sultan Pontianak, dan berbagai Ormas Melayu Kalimantan Barat juga mendukung penuh, bahkan berpartisipasi langsung dalam promosi, himbauan diberbagai media massa, dan turun langsung sebagai relawan di Posko Kesehatan panitia.

Dengan demikian, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2023, event ini berlangsung dengan tertib, aman dan penuh kegembiraan. Semua masyarakat dari berbagai kelompok etnik dan agama membaur di seluruh rangkaian acara. Ini salah satu bukti, bahwa Yohanes memiliki kapasitas individu yang mumpuni dalam pendekatan budaya, komunikasi politik, dan strategi resolusi konflik sosial di Kalimantan Barat.

Nubuat Pastor Matheus Sanding ketika memberi nama baptis kepada murid Katekumennya ini mungkin sudah ada benarnya. Sebagaimana yang tertulis di Alkitab, bahwa Yohanes adalah seorang Penulis atau Pengarang Injil, Kitab Suci orang Kristen. Dan Bang Yohanes ini, faktanya juga seorang penulis, novelis, dan penulis buku.

Sejak 2005 hingga Agustus 2022, ia telah menulis dan menerbitkan 14 buku dan 340 artikel! Produktifitasnya menulis dan menerbitkan buku, menulis ratusan makalah, artikel dan opini dan terbit diberbagai media cetak, blogspot, dan menjadi rujukan para penulis dan peneliti meskipun ditengah kesibukan yang lain, memantik sebuah Lembaga Internasional yang berkedudukan di Jakarta, dan mengganjarnya sebagai salah satu dari 101 Tokoh Dayak yang paling berpengaruh pada tahun 2021.

Bang Yohanes mengatakan, sebagai orang muda Dayak yang memiliki ketrampilan menulis, melalui tulisan, Ia ingin mengubah peradaban orang Dayak di seluruh dunia, mentransformasikan budaya lisan ke budaya tulisan! Hal yang mendasarinya adalah, selama ratusan tahun, orang Dayak mengenal dirinya lewat tulisan orang lain. Tak heran banyak yang mengatakan, untuk belajar dan memahami orang Dayak dimasa lampau, datanglah ke Belanda! Ia ingin, kedepan, orang Dayak menulis dirinya sendiri, sehingga tidak ada lagi pembelokan sejarah, penyesatan pikir, dan citra negative lainnya.

Pada 2010, Bang Yohanes menulis dan menerbitkan buku biografi Dr.Drs. Adrianus Asia Sidot,M.Si, (Bupati Landak 2008-2016), yang berjudul “Adrianus Asia Sidot: Memimpin dengan Hati”. Delapan (8) tahun kemudian, pada 2018, ia juga menulis dan menerbitkan buku biografi Drs. Cornelis, MH (Gubernur Kalbar periode 2008-2018) yang berjudul “Revolusi Mental ala CORNELIS: Kade’ Barani Ame Gali’ Gali’, Kade’ Gali’ Ame Barani Barani”.

Tak hanya buku biografi, Bang Yohanes juga telah menulis dan menerbitkan buku-buku sejarah local, yaitu “Binua: Sejarah Asal Usul dan Sistem Pemerintahannya” (2004), “Patih Gumantar” (2014), “Kerajaan Bangkule Rajakng: Sejarah, Raja-Raja, Pengaruh dan Peninggalannya” (2018), “Bangkule Rajakng Nyalut Nyawa Raja” (2022), dan “Kerajaan Dayak di Kalimantan Barat; Sejarah, Raja-Raja, Pengaruh dan Peninggalannya” (2022).

Pada 4 Nopember 2023, ketika saya berada di Kota Sanggau, saya diberitahukan seseorang teman lama di Harian Borneo Tribune melalui Telepon Sellular, bahwa nama Bang Yohanes telah muncul lagi pada Daftar Calon Tetap (DCT) DPR RI dari Partai Solidaritas Indonesia, Dapil Kalimantan Barat 1. Saya tertegun, dan bergegas membuka website resmi KPU RI, dan saya menemukan nama itu, benar adanya!

Saya adalah pengagum tokoh muda ini, tentu saya ingin klarifikasi, dan penjelasan lebih lanjut. Sebab yang saya tahu sebelumnya, Bang Yohanes ini belum tertarik ke politik. Pemilu 2004 Bang Yohanes pernah ditawari oleh sebuah partai politik untuk menjadi Calon Legislatif, pada Pemilu 2009 juga, pada Pemilu 2014 juga, dan terakhir pada Pemilu 2o19, namun tetap ditolaknya.

Nah, dalam hati saya bertanya, kenapa Pemilu 2024 ini Bang Yohanes bersedia ? Ada apakah? Saya mengatakan demikian, karena saya tahu, untuk maju sebagai Calon Legislatif, seseorang harus punya uang banyak. Sedangkan Bang Yohanes ini, jangankan punya uang banyak, di sakunya mungkin hanya ada selembar uang untuk kopi dan rokok!

Sebagai pengagum, dan seorang sahabat, saya menghubunginya via Whatsapp, mohon waktu sebentar untuk melakukan diskusi. Saya sebut, Ngopi, kependekan dari “Ngobrol Politik”. Suatu sore, sesuai janji yang telah disepakati, bertempat di Weng Café, tengah Kota Sanggau, saya bertemu dan melakukan wawancara khusus dengan tokoh muda yang enerjik ini.

Berikut petikan wawancaranya saya dengan tokoh muda asal Kabupaten Landak ini:

“Bang Yo, sayakan sudah lebih 10 tahun mengenal abang dari dekat, bukan sebagai politisi tetapi sebagai praktisi sosial, penulis, aktivis dan pekerja profesional. Pada Pemilu 2024, saya lihat abang ada di Daftar Calon Tetap DPR RI Dapil Kalimantan Barat 1 dari Partai Solidaritas Indonesia. Apa alasannya bang? Kan abang tahu, dunia politik ini negative dimata rakyat. Sebagian besar masyarakat sudah muak dengan politisi, dan juga partai politik. Rakyat tidak lagi percaya! Pada 5 tahun terakhir, banyak sekali kita ketahui para politisi dan elit partai politik yang masuk dipemerintahan tertangkap KPK karena kasus korupsi dan suap. Trus, pertanyaan kedua saya, abang ini kan orang biasa saja, hanya karyawan atau buruh atau pekerja. Tentunya abang tak punya banyak uang untuk pertarungan politik ini. Apakah abang ada Donatur politik?”.

Saya gelisah dan takut, sebab sepertinya Bang Yohanes tidak lagi konsentrasi untuk Ngopi kali ini. Ia menatapku tajam sekali, namun bibirnya tersenyum. Tanpa berkedip, Bang Yohanes mengambil cawan dan menyerumput kopi hitam kesukaannya. Tampaknya, ia sedang gelisah, atau ia memikirkan sesuatu, yang mungkin harus ia sampaikan atau bahkan ia harus tutupi.

Hmmm….ketahuilah bro, saya maju ke DPR RI ini bukan karena dorongan luar, dan bukan karena ada sokongan dana siapapun! Jujur, saya politisi miskin. Memang tak punya banyak uang, dan kita tahu, biaya politik itu sangat mahal. Saya memberanikan diri maju ke politik karena panggilan sejarah, dan menurut saya, inilah saatnya. Sebagai orang Dayak, saya sudah ritual khusus, mohon petunjuk sang Pama Jubata dan para leluhur saya di Padagi atas keputusan ini, dan itu sudah ada! Sebagai orang Katolik, saya juga melakukan doa Novena kepada Bunda Maria, mohon doa restu kepada-Nya untuk perjuangan suci ini,” Ujarnya sambil menyerumput kopi kembali.

Sejenak Bang Yohanes mengambil sesuatu didalam tas kecilnya. Perlahan ia mengeluarkan buku, dan pulpen. Ia menulis sesuatu, dan menyerahkannya kepada saya.

“Bro, 2045 nanti, akan ada bonus demografi (ledakan penduduk,pen) di Indonesia, tepat pada saat perayaan ulang tahun Indonesia ke-100 tahun! Pada saat itupula, negara ini pindah ibukota ke Kalimantan, IKN Nusantara! Bro ingat, bagaimana kawan-kawan melakukan aksi demonstrasi di Jakarta menuntut pemerintah pusat agar mengakomodir orang Dayak sebagai eksekutif di Badan Pengelola (BP) IKN? Apakah ada elit politik kita yang komentar dan mendukung upaya ini? Apakah ada para elit politik kita yang punya rencana, memikirkan hal ini dan mencari langkah-langkah tertentu untuk solusi agar orang kita (Dayak) tak hilang ditelan zaman, dan terpinggirkan perubahan politik itu? Bullshit, semua untuk kepentingan sendiri (menjaga asset pribadi, pen) dan keluarganya saja!” Ujarnya balik bertanya dengan nada mulai tinggi.

“Saya kasian betul kepada rakyat, dan kepada masa depan negeri ini. Dan sebagai orang muda, saya turut bertanggungjawab, dan saya harus memulai kembali pergerakan untuk menyadarkan secara politik kaum elit politik, dan rakyat kita,” gumamnya sedih. Ia tampak sangat khawatir. Kembali Bang Yohanes menyerumput kopi hitamnya yang mulai dingin itu. Sesekali ia mengisap rokoh Dji Sam Soe kebanggaanya. Saya tertegun sejenak, dan mulai gelisah. Visi politiknya sudah pada jalan lurus. Pernyataan ini ada benarnya!

“Sebagai orang muda, dan pewaris peradaban negeri ini, saya ikut bertanggungjawab pada masa depan, dan karenanya, pada Pemilu 2024 ini, saya harus masuk gelanggang pertarungan. Saya memilih Partai Solidaritas Indonesia, karena partai ini didirikan dan dikelola anak muda, partai modern, dan tentunya akan menjadi partai masa depan bangsa ini. Saya percaya, melalui partai ini, saya dapat melakukan kerja-kerja politik masa depan kita. Saya menyebutnya, Jalan Ngayau!

Jalan panggilan untuk mengabdi secara jujur kepada rakyat kita. Melalui jalan ini, saya ingin memulihkan kembali (Recovery) kepercayaan rakyat kepada politisi, dan partai politik, sekaligus mengajak kaum muda untuk mulai peduli dan mau berpolitik dengan pola yang baru dan berbeda dengan partai politik lainnya: Gembira, Santai dan Santuy,” lanjutnya sembari menepuk bahuku, dan tersenyum.

Bang Yohanes kembali mengambil cawan dari kaleng kebanggaanya, dan menyerumput kopi hitam panas kesukaannya. Ia menawarkan saya untuk bergabung dalam pergerakannya, dan berjuang bersama. Ya! Saya mulai dapatkan jawaban yang saya inginkan. Akan tetapi belum lengkap, saya harus bertanya kembali soal lain. Saya sadar bahwa pilihannya ini telah mengantarkannya pada “sesuatu” yang beresiko tinggi untuk gagal.

Kompetitor politiknya di DPR RI Dapil Kalimantan Barat 1 pada Pemilu 2024 ini para politisi senior, kaum meritokrasi, pensiunan pejabat dan kepala daerah, pengusaha, dan tokoh-tokoh nasional yang sudah sangat dikenal rakyat dengan pengalaman dan finansialnya yang sangat melimpah.

“Kan yang membuat mereka sekarang ini (sudah kaya/melimpah finansial, dan jadi pejabat, pen), adalah karena dukungan politik dari rakyat, anda dan saya. Kenapa harus takut ketika berhadapan secara politik di Pemilu ini? Bro…Saya tak pernah gentar berhadapan dengan siapapun dalam politik, apalagi mundur! Penentu akhir pertarungan ini adalah tangan Rakyat, dan jalan Tuhan, dan saya berjuang keras untuk itu!” Jawabnya meninggi, dan penuh Optimisme. Rasanya, pernyataan ini persis seperti Pahlawan Nasional Indonesia, Supriyadi, yang bersama milisi PETA nekat melawan tentara Jepang yang bersenjata lengkap di Blitar, Jawa Timur, 78 tahun lalu!

Hmm…saya mulai bisa tersenyum, sebab saya sangat paham bahwa anak muda ini terkenal penganut paham positivisme, dan selalu optimis dalam memandang dan mengerjakan sesuatu, apalagi kalau pekerjaan yang terkait “Pertarungan”. Bang Yohanes sangat terbiasa untuk itu. Baginya, Menang dan Kalah adalah hasil akhir dari pertarungan, namun berjuang untuk menang adalah proses yang harus dinikmati dan wajib. Bang Yohanes percaya, bila sudah jalan-Nya, semua bisa!. Katanya, banyak jalan yang tersedia untuk orang yang percaya.

“Ingat bro, Alkitab telah mengajarkan kepada manusia, “Setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya”, ujarnya kemudian, menutup wawancara dengan saya sore itu. Mungkin pada pernyataan terakhirnya ini, Bang Yohanes sedang menyindir para kompetitornya di calon DPR RI pada Pemilu 2024, yang juga sudah dikenalnya, dan sudah pernah diperjuangkannya sejak mahasiswa. Nah, itulah sepenggal pembicaraan saya dengan tokoh muda Kalimantan Barat ini. Namun, agar anda tak salah memilih, dan tak menyesal mendukung Yohanes Supriyadi dalam gerakan politiknya ini di DPR RI, saya akan menuliskan secara singkat kisah hidup, karya-karyanya yang pernah ada, dan mimpi besarnya untuk masa depan kita di Kalimantan Barat dan Indonesia. Selamat membaca, dan semoga bermanfaat!

Pada masa kecilnya, Bang Yohanes, sering dipanggil Adijaya. Ia lahir di Kampung Nangka, Kecamatan Menjalin, Kabupaten Landak, 47 tahun silam. Ia merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara, pasangan La’on dari Kampung Bolat Desa Sampuro, Kecamatan Mempawah Hulu, dengan Taukun, dari Kampung Nangka, Desa Nangka, Kecamatan Menjalin. Kampung ini berjarak 8 kilometer dari ibukota kecamatan di Menjalin, dan 198 kilometer dari ibukota kabupaten, di Ngabang.

Selain Adijaya, pada masa kecilnya, ia paling sering juga dipanggil Gagantong, sindiran penduduk untuk keadaan hidup orangtuanya yang sangat miskin dan menderita ketika melahirkannya. Kata sang ibu, sejak bayi hingga usia Balita, Bang Yohanes ini tak pernah mengenal susu kemasan, ia cukup bahagia dengan Air Susu Ibu (ASI). Bukan ibunya tak mau susu kemasan, tapi karena tak mampu membelinya. Dikisahkan sang ibu yang kini sudah berusia 80 tahun, hingga usia 4 tahun, Bang Yohanes juga cukup bahagia makan nasi campur yang disebut Tamora’, beras campur potongan buah ubi kayu dan dimasak. Itulah makanan pokok mereka selama lebih dari 3 tahun karena musim paceklik.

Kemiskinan parah yang dialami selama bertahun-tahun setelah itu, sang ayah memutuskan untuk pindah tempat tinggal demi penghidupan baru yang lebih baik. Sang ayah dengan semangat baru memboyong keluarganya pindah ke perumahan milik pemerintah yang dibangun Departemen Sosial, melalui Proyek Pemukiman Suku Terasing di Tanjam, Desa Menjalin.

Di Tanjam, memasuki usia 7 tahun, Bang Yohanes mulai sekolah di SDN 07 Sibawek, Kecamatan Mempawah Hulu. Jarak rumah ke sekolah kira-kira 3 kilometer, namun sudah jalan aspal. Bersama abang dan kakaknya, mereka ke sekolah bersama-sama, jalan kaki!. Sibawek ketika itu adalah pemukiman suku Madura. Karena itu, teman-teman disekolahnya, lebih banyak anak-anak Madura, dan mereka beragama Islam. Jika Natal anak-anak Sibawek ke Tanjam, dan ketika Lebaran, anak-anak Tanjam ke Sibawek. Disinilah kecintaannya pada keberagaman dimulai, dan ia jaga hingga hari ini.

Bang Yohanes adalah cicit seorang Kabayan, pejabat desa zaman Kerajaan Mempawah yang berpusat di Pulau Pedalaman, Mempawah. Pada 1932, kakeknya adalah pejabat pertama orang Dayak ditingkat kampung yang dibaptis sebagai Katolik oleh misionaris Belanda yang berkedudukan di Kampung Raba, 4 kilometer dari Nangka, kampung kelahirannya.

Karena itu, ia hidup dalam keluarga besar yang Katolik. Adik kandung ibunya, Sr. Xaveria Arpina, SFIC, adalah salah satu contoh, bahwa keluarga ini telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Gereja Katolik. Karena itu, pada tahun 1984, setelah menjalani masa Katekumen (belajar Agama Katolik) selama dua tahun, Bang Yohanes di baptis sebagai Katolik, yang bertempat di Gedung SDN Tanjam oleh Pastor Matheus Sanding, OFM.Cap, Pastor Paroki Mempawah Hulu yang berkedudukan di Menjalin.

Benar kata pepatah, Hidup itu misterius. Di Tanjam, pada 1989, takdir hidup berkehendak lain atas keluarganya. Terjadi peristiwa yang sangat tragis dialami sang ayah. Ia adalah saksi dari peristiwa itu. Ceritanya, ketika musim buah Tengkawang tiba, persis ditengah hutan (Kompokng Angkabakng), sang ayah tiba-tiba terjatuh dari perjalanan melintasi jalan, dan langsung tidak bisa bangun.

Kakinya seketika menggelembung, sebesar batang kelapa, dan seperti hendak pecah. Ayah yang menderita, kemudian ditandu orang ramai yang ketika itu sedang bekerja diladang padi yang tak jauh dari tempat kejadian. Kata orang ramai, ayah terkena “Dawak”, sejenis ilmu sihir atau ilmu hitam. Sejak peristiwa itu, ayah tidak mampu bekerja lagi, terbaring dikamar selama bertahun-tahun lamanya, menderita sakit, dan tanpa daya.

Setelah peristiwa itulah, masa kecil Bang Yohanes di Tanjam lagi-lagi dalam keadaan yang sulit. Sang Ibu kembali menjadi tulang punggung keluarga, dan akhirnya ibu dengan persetujuan abangnya yang tertua (sudah kuliah di Pontianak) memutuskan kembali lagi ke Kampung Nangka, kampung dimana ia dilahirkan.

Di Nangka, Bang Yohanes dan keluarga tinggal di rumah tua warisan kakeknya, berjarak 3 kilometer dari pusat kampung. Seperti yang dikisahkannya pada saya, didepan rumah tua itu, Sungai Tangket mengalir, dan menjadi habitat berbagai jenis ikan dan udang. Dari pinggiran Sungai Tangket inilah, Bang Yohanes hidup sebagaimana anak kampung, dan ia berhasil menamatkan sekolahnya di SD Negeri 06 Nangka. Setamat Sekolah Dasar, dengan dukungan pamannya yang menjadi Guru disekolah itu, ia melanjutkan ke SMP Batu Diri Nangka, milik Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih.

Setiap hari, sambil berangkat sekolah, Bang Yohanes dengan gembira, santai dan santuy membawa berbagai jenis ikan, dan udang, serta sayuran dari hutan hasil sendiri untuk dititip ke toko-toko yang ada di Kampung Nangka, terutama Toko Pak Pipit, dan juga di Kampung Jungkukng (kampung penulis), terutama di Toko Pak Gogo.

Pulang sekolah, ia singgah lagi ke toko itu, dan membawa pulang hasil jualannya. Beberapa jualan yang tersisa, oleh Pak Pipit ditukar dengan belanja dapur, ia sangat bangga dengan kreativitas Bang Yohanes yang berbeda dengan anak-anak sebaya dikampung itu. Dengan hasil jualan itulah, Bang Yohanes mampu membiayai sekolahnya sendiri, hingga tamat, dan bahkan membantu ibunya uang untuk belanja dapur.

Pada 1990, Bang Yohanes tamat SMP. Masalah kembali muncul, ia tidak ada biaya, karena tidak ada SMA dikampung. Tak hilang akal dan semangat, Bang Yohanes kemudian melamar sebagai Buruh Harian Lepas (BHL) di PT. Purna Kahuripan, Rokan Group, sebuah perusahaan perkebunan Kakao, sekitar 6 kilometer dari rumahnya. Ia diterima perusahaan itu.

Mandornya orang Jawa, Pak Wahyu (sekarang kawin, dan tinggal di Nangka). Dengan modal yang terkumpulkan selama 7 bulan bekerja di perusahaan perkebunan kakao itu, Bang Yohanes mendaftar ke SMA Negeri 1 Menjalin dan sekaligus mendaftar dan membeli peralatan dapur di Asrama Pastoran Menjalin.

Selama sekolah di SMA Negeri 1 Menjalin, Bang Yohanes tinggal di Asrama Pastoran, dibina oleh Pastor Yerimias Melis, OFM.Cap, orang Belanda, kewarganegaraan Indonesia.

Selama tiga tahun hidup di asrama, ia bekerja paruh waktu dengan pastor. Pagi ke sekolah, sore bekerja. Demikian pula pada liburan sekolah, Bang Yohanes memutuskan tidak pulang kampung, dan memilih bekerja. Mengetahui keadaannya yang berbeda dengan anak-anak asrama lainnya itu, Pater Yeri mengangkatnya sebagai petugas perpustakaan Paroki, Cleaning Service Pastoran dan Gereja, serta pelatih Misdinar (Pelayan Misa), yang waktu itu pesertanya dari kelompok Asrama Pastoran, Mudika Menjalin, Asrama Susteran dan Asrama We’ Anet.

Pada masa-masa sebagai petugas perpustakaan Paroki inilah, Bang Yohanes mulai banyak membaca buku-buku tentang Borneo dan kehidupan orang Dayak pada masa lampau, yang ditulis oleh misionaris Belanda. Bang Yohanes mulai berhasil mengidentifikasi diri sebagai orang Dayak, dan kemudian sangat mencintai tanah Borneo, dan juga orang Dayak.

Pada tahun 1993, sebagai remaja yang sudah dibaptis Katolik, sesuai ajaran Gereja Katolik, Bang Yohanes mendaftar sebagai penerima Sakramen Krisma. Mempersiapkan dirinya, ia kembali belajar agama Katolik selama dua bulan, dengan bimbingan langsung Pastor Yeri.

Bang Yohanes menerima sakramen itu dari Mgr. Hieronimus Bumbun, OFM.Cap, Uskup Agung Pontianak yang bertempat di Gereja Katolik Sto Petrus & Paulus Menjalin.

Pada akhir semester 5 atau kelas 3 di SMA Negeri 1 Menjalin, atas saran dari Wakil Kepala SMA Negeri 1 Menjalin, Pak Ulon, Bang Yohanes mendaftar program Penelusuran Minat dan Bakat Akademik dari Universitas Tanjungpura, dan ia dinyatakan lolos! Bang Yohanes kemudian ditetapkan resmi oleh Universitas Tanjungpura sebagai calon mahasiswa Fakultas Teknik Sipil.

Mengetahui kelulusan pada program masuk di Universitas Tanjungpura itu, sesaat setelah menerima ijazah, Bang Yohanes berdoa kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria, kalau ia boleh melanjutkan pendidikannya dengan segala resiko, biarpun hanya 30 hari! Ia ingin merasakan menjadi seorang Mahasiswa, demikian doa singkatnya dihadapan Patung Bunda Maria dipastoran Menjalin, dan itu disaksikan diam-diam oleh Pastor Yeri.

Keesokan harinya, atas seijin Pastor Yeri, sang mentor dan juga bosnya dipekerjaan sehari-hari, dengan tergesa-gesa dan penuh harap, Bang Yohanes pulang kampung. Ia berjalan kaki seorang diri, dan tiba dengan selamat di Nangka. Tentu saja, Ayah, dan ibunya menyambut dengan bahagia anak lelaki yang disayanginya ini. Malam harinya, dengan terbata-bata, Bang Yohanes menyampaikan informasi soal kelulusannya ke perguruan tinggi.

Semuanya hening, kebingungan dan kesedihan melanda kedua orang tuanya. Maklumlah, kedua orangtuanya sadar betul bahwa keadaan ekonomi mereka sangat tidak memungkinkan untuk pembiayaan kuliah Bang Yohanes ketika itu. Kepada orang tuanya, Bang Yohanes dengan percaya diri, menyatakan tekadnya, dan hanya meminta doa restu. Mereka menangis bersama, dan mohon kepada Yesus dan Bunda Maria merestui dan memberkati perjalanan Bang Yohanes berikutnya. Itulah energi terbesar baginya!

Pertengahan tahun 1996, seorang diri, Bang Yohanes berangkat ke Pontianak, menumpang Bis Umum “Page”, jurusan Menjalin – Batu Layang. Dari Batu Layang, ia naik angkot dan menginap ke rumah abang tertuanya di Siantan Tengah. Ia tiba dengan aman. Keesokan harinya, Bang Yohanes ke kampus untuk mendaftarkan diri sebagai mahasiswa.

Setelah mendaftar, selanjutnya ia mencari petunjuk tentang Asrama Mahasiswa Kabupaten Pontianak “Putra Gumantar”. Asrama ini ada di Jalan Sungai Raya Dalam, Depan RSUD Soedarso. Asrama ini juga tanpa berbayar, dengan demikian, akan mengurangi biaya hidup dan perkuliahan. Bang Yohanes kemudian tinggal di asrama yang dihuni 18 mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Pontianak itu.

Satu tahun kemudian, Bang Yohanes menyatakan pindah ke Asrama Bruder MTB Jalan Sepakat 2 Pontianak, binaan Bruder Gabriel, MTB, karena rekomendasi bibinya (Adik Kandung ibu), Suster Xaveria Arpina, SFIC, yang kala itu bertugas di Nairobi, Kenya. Di Asrama Bruder MTB itu, Bang Yohanes diminta senior-seniornya sebagai “wartawan” pada sebuah media asrama yang dikenal dengan nama “SUARA MATUK”. Disinilah awal perjumpaannya dengan dunia jurnalistik dan literasi.

Selain kuliah, Bang Yohanes mulai aktif berorganisasi. Ia dipercaya menjabat sebagai Koordinator Lapangan pada organisasi pergerakan yang dikenal dengan nama Forum Kota (Forkot). Organisasi ini cabang dari Jakarta, dan sangat aktif berdemonstrasi menentang pemerintah Orde Baru. Beberapa kali ia diundang ke Jakarta, dengan Kapal Laut “Lawit” untuk menghadiri forum-forum mahasiswa tingkat nasional, dan melakukan aksi demonstrasi di Gedung DPR/MPR RI.

Sejak seringkali menghadiri forum-forum mahasiswa di Jakarta itulah, Bang Yohanes mulai mengenal dan dikenal tokoh-tokoh pergerakan mahasiswa ditingkat nasional. Ia kemudian diberi mandat oleh Desmond J Mahesa, seorang tokoh pergerakan mahasiswa sebagai Ketua Presidium Liga Mahasiswa Nasional Demokratik (LMND) wilayah Kalimantan Barat. Sebagaimana Forkot, organisasi ini juga sangat aktif berdemonstrasi menentang pemerintah Orde Baru, hingga ia beberapa kali dipanggil dan ditangkap aparat keamanan untuk diperiksa.

Sejak kejadian-kejadian itulah, aktivitas kesehariannya mulai dibuntuti aparat keamanan melalui Intel-Intel yang berkeliaran. Bang Yohanes merasa privasinya sebagai pribadi terganggu, dan rasa amannya telah pergi. Pada beberapa kejadian aksi demonstrasi mahasiswa yang berujung kekerasan fisik, dan penangkapan para aktivis, Bang Yohanes tak pernah mundur! Dengan gagah berani, ia terus saja memimpin aksi demonstrasi mahasiswa tanpa menghiraukan keselamatan nyawanya. Karena aksi mahasiswa di Gedung DPR/MPR RI di Jakarta dan diseluruh Indonesia secara serentak, Presiden Soeharto menyatakan turun dari kursi Presiden Indonesia pada 21 Mei 1998 setelah 32 tahun berkuasa.

Di Kalimantan Barat, pasca turunnya Presiden Soeharto, dan kedudukannya digantikan oleh Prof. BJ.Habibie, Bang Yohanes tak berhenti. Ia terus memimpin aksi perlawanan mahasiswa, menuntut Gubernur Kalbar, Mayjen (Purn) TNI H. Aspar Aswin turun dari jabatannya. Atas aksi-aksi yang dipimpinnya itu, kembali ia berurusan dengan aparat keamanan.

Kristianus Atok, abangnya yang tertua datang ke polisi dan tentara, dan selanjutnya ke asrama, dan mengajak diskusi. Ia menasehati adiknya ini untuk menghentikan aksi-aksi lapangan mahasiswa, dan focus kuliah dan pekerjaan saja. Bang Yohanes menerima saran dan nasehat itu, pada penghujung tahun 1998, Ia memutuskan meninggalkan organisasi pergerakan, dan bergabung ke Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Sto Thomas More, Cabang Pontianak.

Tak puas berorganisasi diluar kampus, ia masuk ke kampus. Dikampusnya, pada suatu Musyawarah Besar Mahasiswa Katolik tingkat universitas, ia terpilih sebagai Ketua Umum Keluarga Mahasiwa Katolik (KMK) Universitas Tanjungpura melalui pemungutan suara yang alot. Pesaingnya ketika itu dari FISIPOL, dan FKIP!

Setelah terpilih sebagai Ketua Umum organisasi kampus itu, melalui jaringan kerjanya di berbagai kampus dan fakultas, Bang Yohanes beberapa kali memimpin aksi demonstrasi ke Rektorat menuntut adanya ijin penyelenggaraan Misa Kampus, dan Gereja Mahasiswa dilingkungan Universitas Tanjungpura.

Aksi-aksinya mendapat perhatian luas dari politisi Partai Demokrasi Indonesia di DPRD Kalimantan Barat. Namun, tetap saja gagal. Universitas hanya mengijinkan penyelenggaraan Misa Kampus, di Auditorium Universitas pada setiap Hari Jumat.

Sungguhpun aktivitasnya sebagai pengurus organisasi mahasiswa cukup menyita waktu, tenaga dan uang. Bang Yohanes sendiri tak pernah merasakan uang kiriman orang tua setiap bulannya, karena itu, ia berkerja paruh waktu disela-sela perkuliahan. Untuk menyambung hidup diasrama, dan biaya perkuliahan, Bang Yohanes mau tak mau harus pandai membagi waktu, antara Kuliah, berorganisasi dan bekerja. Soal pekerjaan, ia juga tak pernah memilih dan memilah. Ia tak kenal malu, takut, dan gengsi.

Seorang sahabatnya dari pedalaman Kabupaten Sambas, kemudian mengajak Bang Yohanes bekerja sebagai Petugas Parkir di komplek pertokoan “Khatulistiwa Plaza” dan sekaligus menjual koran harian Akcaya di kawasan supermarket “Ligo Mitra” Jalan Gajah Mada Pontianak hingga lampu merah Jalan Agus Salim. Bang Yohanes bekerja sebagai Tukang Parkir dan Penjual Koran ini selama dua tahun sejak 1997 – 1999, dan selanjutnya ia berhenti, karena “Perkelahian” antar kelompok kerapkali terjadi tanpa kenal waktu, dan lagi-lagi abangnya datang dan menasehatinya.

Untuk menyambung hidup berikutnya, Bang Yohanes memutuskan melanjutkan pekerjaan sebagai Tukang Potong Rumput pada rumah-rumah dosen Universitas Tanjungpura dikawasan Jalan Tanjung Sari. Pada masa inilah, ia dikenal dan mengenal dekat Prof. H. Mahmud Akil, SH, mantan Rektor Universitas Tanjungpura asal Menyuke, Kabupaten Landak. Dari sang mantan Rektor yang simpatik itu, ia mendapat banyak pekerjaan lain dari dosen pada komplek perumahan dosen Universitas Tanjungpura itu.

Pada 17 Maret 1999, Bang Yohanes mulai bergabung dengan gerakan Masyarakat Adat di Indonesia, dengan hadir sebagai delegasi Masyarakat Adat Kalimantan Barat pada Kongres I Masyarakat Adat Nusantara yang diadakan di Hotel Indonesia, Jakarta. Melalui organisasi masyarakat adat dan Jaringan Masyarakat Sipil ditingkat nasional dan internasional ini, ia mulai bergerak pada isu pemberdayaan masyarakat, dan advokasi.

Pada akhir 1999, bersama Yulianus dari Sungai Ambawang, dan (Alm) Sugianto Ebot dari Banyuke Hulu, Bang Yohanes mendirikan Yayasan Akar Pama, sebuah NGOs local yang didukung oleh Lembaga Donor Internasional asal Inggris. Programnya adalah Kampanye HAM tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial, serta Promosi Perdamaian dan Toleransi dengan lokasi pendampingan masyarakat di Kecamatan Sungai Ambawang, dan Kecamatan Kuala Mandor B, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat.

Ditengah aktivitasnya sebagai Aktivis NGOs/LSM itu, Bang Yohanes juga bergabung dengan Forum Mahasiswa Pembawa Aspirasi Masyarakat Dayak Kalimantan Barat (FMPAMD- KB) dan Perhimpunan Mahasiswa Mempawah Hulu (PAMAMPU), dan berjuang secara politik untuk Pemekaran Kabupaten Landak. Pada akhir tahun 1999, pemerintah pusat akhirnya menyetujui berdirinya Kabupaten Landak sebagai Daerah Otonom Baru.

Bersama kawan- kawannya, Bang Yohanes memperjuangkan Drs. Cornelis, MH, seorang pejabat daerah di lingkungan Provinsi Kalimantan Barat, untuk menjadi Calon Bupati Landak melalui Fraksi Golkar, dan berhasil terpilih pada Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Landak.

Setelah tugasnya mengantarkan Bupati Landak pertamakalinya selesai, Bang Yohanes bukannya memilih “ikut serta” menikmati “hasil” perjuangan politik itu, ia justru memilih kembali ke gerakan NGOs, dan bergabung di Yayasan Pemberdayaan Pefor Nusantara (YPPN), NGOs local yang programnya didukung Lembaga Donor Internasional dari Belanda, dan Kanada.

Program Yayasan Pemberdayaan Pefor Nusantara itu adalah Promosi Toleransi dan Pendidikan Multikulturalisme pada Anak dan Remaja Multi-Etnik di Kalimantan Barat. Sambil bekerja sebagai aktivis NGOs, untuk menyelesaikan kuliahnya, ia bekerja paruh waktu/Part Time (Malam Hari) sebagai Chief Security PT Satrya Panca Dewatha di Komplek Pertokoan A Yani Mega Mall, dan Komplek Pergudangan PT LGE Internasional di Sungai Raya. Aktivitas sebagai petugas keamanan ini dijalaninya hamper 3 tahun lamanya, hingga 2003.

Kemudian, pada 2003, atas usul Pastor Yeri yang saat itu Konsultan di Yayasan Pangingu Binua, Bang Yohanes diminta jadi aktivis NGO yang baru berdiri itu. Yayasan Pangingu Binua ini mendapat dana hibah dari Lembaga Donor Internasional asal Belanda. Programnya adalah Penguatan Kelembagaan Lokal (Adat), Peningkatan Kapasitas Pemimpin Lokal, dan Promosi Perdamaian, Pluralisme dan Toleransi di Kalimantan Barat. Melalui NGO inilah, Bang Yohanes dengan sukarela memfasilitasi pendirian Sekolah Dasar Gotong Royong 3 kelas di Kampung Nek Anyo, Desa Parigi Kec. Mempawah Hulu, Kabupaten Landak.

Pada akhir tahun 2003, Bang Yohanes dan aktivis Yayasan Pangingu Binua mendirikan Yayasan PAHAR, dan selanjutnya memfasilitasi berdirinya SMK PAHAR di Desa Menjalin, Kecamatan Menjalin, Kabupaten Landak. Pada tahun yang sama, bersama Tokoh-Tokoh Masyarakat Desa Salumang seperti A. Nafis, dan Yakobus Tambi, Bang Yohanes kawan- kawannya aktivis Yayasan Pangingu Binua dan Yayasan PAHAR mendirikan lagi sebuah Lembaga Pendidikan yang bernama Yayasan Sosial Batu Abur (YSBA), dan Yayasan ini memfasilitasi pendirian SMP Katolik Sto Heliodorus di Desa Salumang Kec. Mempawah Hulu.

Dengan demikian, hingga 2003, sebagai makhluk sosial, Bang Yohanes sudah memfasilitasi pendirian SD, SMP dan SMK di wilayah Kecamatan Menjalin, dan Kecamatan Mempawah Hulu. Sebagaimana misi hidupnya, Ia ingin mengubah rakyat melalui Pendidikan, sebab hanya melalui pendidikanlah, masa depan rakyat akan lebih baik. Ini merupakan karya yang luar biasa menurut saya, terutama bagi Bang Yohanes yang hanya anak muda dan hanya pekerja sosial di beberapa Yayasan.

Peristiwa bersejarah kembali terjadi pada 13 – 15 Mei 2004, dengan dukungan penuh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Yayasan Pangingu Binua, Bang Yohanes berhasil menghadirkan 710 orang pemimpin Masyarakat Adat yang sedang menjabat sebagai Timanggong Binua, Bide Binua, Panyangahatn, Pasirah dan Pangaraga se-Kabupaten Landak, dan menggelar “Bahaupm Aya’” atau Kongres I (pertama) Masyarakat Adat Kabupaten Landak, yang bertempat Gedung SMP Negeri 2 di Kampung Nangka, Kecamatan Menjalin.

Kongres Masyarakat Adat pertamakalinya dan terbesar di Kabupaten Landak sejak kabupaten itu berdiri, dan lepas dari Kabupaten Pontianak. Pada Kongres yang dibuka resmi oleh Bupati Landak (Drs.Cornelis, MH) itu, dibentuklah organisasi perjuangan politik Masyarakat

Adat yang bernama Persekutuan Komunitas Masyarakat Adat Kabupaten Landak, disingkat PAKAT LANDAK. Pada organisasi yang baru terbentuk ini, Bang Yohanes dipercaya seluruh peserta Kongres sebagai Sekretaris Jendral melalui pemungutan suara, mendampingi (Alm) V. Syaidina Lungkar, AM.Pd yang dipercaya seluruh peserta Kongres sebagai Ketua Presidium.

Organisasi inilah yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kabupaten Landak (AMAN Landak) sekarang ini. Melalui gerakan politik PAKAT, AMAN dan Yayasan Pangingu Binua ini, sebagai Sekretaris Jendral PAKAT, bersama Komisi A DPRD Kabupaten Landak, Bang Yohanes dengan pendampingan dari beberapa orang Dosen FISIP Universitas Gajah Mada dan Univesitas Indonesia menyusun dan memperjuangkan Draft Naskah Akademik Raperda tentang Pemerintahan Binua serta Raperda tentang Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Adat di Kabupaten Landak. Namun, perjuangan politik ini mengalami jalan buntu, dan gagal, karena penolakan Pemerintah Daerah Kabupaten Landak ketika itu.

Pada 2005, Bang Yohanes mulai memulai membangun gerakan baru di Kalimantan Barat, Gerakan Literasi. Ia mengumpulkan semua hasil penelitian sejarah dan budaya di Yayasan Pangingu Binua, mulai menulis dan menerbitkan buku “Kisah Penting dari Kampung:

Pembelajaran dari Promosi Pluralisme dan Perdamaian Antar Etnik di Kalimantan Barat”. Buku ini diterbitkan oleh Yayasan Pangingu Binua atas dukungan Yayasan TIFA Jakarta, dan Cordaid, Belanda, dan terbit dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris), dan pada penghujung tahun 2006, Bang Yohanes kembali menulis dan menerbitkan buku “Pendidikan Multikulturalisme untuk Pengembangan Diri bagi Anak dan Remaja di Kalimantan Barat”.

Buku ini diterbitkan oleh Yayasan Pemberdayaan Pefor Nusantara atas dukungan Cordaid, Belanda. Pada tahun yang sama, atas dukungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Landak, ia menulis dan menerbitkan buku “Seri Muatan Lokal untuk Kelas 4, 5 dan 6 Tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Landak”.

Aktiv di gerakan NGO selama 8 tahun, pada penghujung tahun 2008, Bang Yohanes meninggalkan Gerakan NGOs secara total, dan masuk ke Korporasi Nasional dan Internasional sebagai Community Development Superintendent di PT Alu Sentosa, dan PT Kalmin Raya, dua perusahaan Pertambangan Bauksit yang beroperasi di Kecamatan Tayan Hilir dan Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau. Meskipun ia bekerja di korporasi, jiwa pekerja sosial dan pergerakan tetap dihatinya. Bang Yohanes terus membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh politik dan pejabat daerah. Pada 2008 misalnya, Bang Yohanes bersama Drs. Cornelis, MH, Dr. Drs.

Adrianus Asia Sidot, M.Si, Dr. Herculanus Bahari Sindju, M.Pd, Agustinus Landy, S.Pd, dll bersepakat mendirikan Yayasan Landak Bersatu (YLB), dengan memfasilitasi pendirian Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pamane Talino, yang sekarang ini kepemilikannya sudah beralih kepada Keuskupan Agung Pontianak dan hari ini, STKIP Pamane Talino yang dirintisnya dengan susah payah ini telah berubah menjadi Universitas Katolik Sto Agustinus Hipo.

Sebagaimana sebelumnya, ditengah kesibukannya bekerja penuh waktu di perusahaan, aktiv di Yayasan Landak Bersatu dan mengawal proses pendirian STKIP Pamane Talino, Bang Yohanes juga tetap meluangkan waktu untuk mengembangkan Jurnalisme Warga (Citizen Journalism) bersama Harian Borneo Tribune. Dengan dukungan Bupati Landak, Bang Yohanes mendirikan Tabloid Simpado, media komunitas pertamakalinya di Kalimantan Barat.

Atas dukungan penuh Bupati Landak ketika itu (Dr. Drs. Adrianus Asia Sidot, M.Si), media komunitas ini terbit bulanan, dan dibagikan gratis kepada masyarakat di 156 Desa pada 13 kecamatan se- Kabupaten Landak. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada Bupati Landak yang berperan penting pada Gerakan Literasi di Kabupaten Landak itu, pada 2010, Bang Yohanes menulis dan menerbitkan buku Biografinya yang berjudul “Memimpin dengan Hati” dan buku lainnya yang berjudul “Hornbill van Landak, pemikiran-pemikiran Dr. Drs. Adrianus Asia Sidot, M.Si”. Kedua buku ini diterbitkan oleh Simpado Press.

Pada akhir 2011, Bang Yohanes pindah haluan bidang pekerjaan. Dari perusahaan pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Sanggau, ke perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Bang Yohanes menjabat sebagai CSR Manager pada lima perusahaan (PT) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, di Kalimantan Barat, serta di Kabupaten Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Seruyan di Kalimantan Tengah, dan dengan posisinya itu, kehidupannya mulai berubah menjadi lebih baik.

Sambil bekerja di perusahaan, Bang Yohanes tak lupa kampung halaman. Ia mulai merintis lagi karya sosial lain bidang keagamaan, dan dimulai dikampung kelahirannya. Hal ini mengingat sejarah hidupnya yang sejak SMA hingga Mahasiswa tinggal dan belajar hidup di asrama yang berbasis Katolik. Ia berpikir, adalah suatu kehormatan sebagai orang Katolik, mampu membangun Gereja Katolik dikampungnya sendiri.

Atas rencana karyanya itu, Bang Yohanes mengajukan ijin cuti dari pekerjaannya selama dua minggu, dan pulang kampung. Tiba di kampung kelahirannya itu bersama keluarga kecilnya, ia mengumpulkan seluruh umat Katolik dan membentuk panitia pembangunan. Pada pertemuan, umat sepakat untuk bersama-sama mendirikan Gereja Katolik Stasi Nangka secara mandiri (swadaya).

Sumber dananya dari iuran umat, dan sumbangan-sumbangan dari berbagai pihak. Sebagai komitmen pribadi, pada setiap bulan, ia selalu mengalokasikan sebagian gajinya untuk Pembangungan Gereja itu selama dua tahun, hingga Gereja itu dapat difungsikan umat pertamakalinya pada Perayaan Natal 2014. Oleh umat, Gereja yang dirintis dan dibangun dari keringatnya ini dinamakan Gereja Katolik Sto.Yohanes Pemandi, Stasi Nangka!.

Pada 2016, Bang Yohanes berhenti dari perusahaan perkebunan kelapa sawit. Di Pontianak, ia mendirikan Urban Farm Community (UFC), atau Komunitas Petani Kota, dengan membangun perkebunan sayur di Jalan Sungai Selamat Dalam. Ia menjadikan UFC sebagai model dan harapan baru. Sebab, hingga saat itu, siklus perdagangan sayur terbalik, sayuran segar dikirim dari perkotaan ke perdesaan.

Ia ingin, masyarakat di kampung memanfaatkan lahan yang tersedia untuk berkebun sayuran, dan memproduksi sayuran sendiri. Dengan demikian, uang belanja dapur untuk membeli sayuran dari kota dapat dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan lain. Produksi sayur dari perkebunan UFC mencapai 600 Kg setiap hari, dan UFC sudah memiliki lapak sendiri di pasar induk, Pasar Flamboyan.

Proses berkebun sayuran dan perdagangan dipasar induk ini berlangsung selama 2 tahun, dan setelahnya gagal. UFC telah gagal melakukan penetrasi pasar sayuran di Pontianak, karena permainan harga, dan tentunya karena praktek monopoli. Kali ini, ia harus menerima kegalalan!

Tak putus semangat, ditengah kegagalan proyek UFC inilah, pada akhir tahun 2016, Bang Yohanes mendirikan organisasi komunitas yang bernama Laskar Bangkule Rajakng, dan Laskar Patih Gumantar. Pada awalnya, organisasi komunitas ini untuk pengembangan literasi sejarah dikalangan pelajar dan mahasiswa di Pontianak.

Namun, dalam perkembangannya, organisasi ini meluas ke bidang kebudayaan dan tradisi, dengan anggota diberbagai daerah dan kampung. Berpuluh-puluh pelajar, mahasiswa dan pemuda bergabung di komunitas, dari berbagai daerah dan latar belakang sosial. Tanpa mengenal lelah, dan rugi, aktivis komunitas ini secara swadaya melakukan pendokumentasian sejarah lisan, pendokumentasian Adat Istiadat dan Hukum Adat, serta serangkaian Ekspedisi Sejarah dan Budaya dengan melakukan kunjungan pada 21 lokasi Situs Budaya peninggalan masa lalu di sepanjang DAS Mempawah.

Hasilnya, pada 2018, Bang Yohanes menulis dan menerbitkan buku “Sejarah Kerajaan Bangkule Rajakng: Asal Usul, Raja-Raja, Pengaruh dan Peninggalannya”. Buku ini diterbitkan oleh Lembaga Literasi Dayak (LLD) Jakarta, dan di luncurkan resmi pada saat penutupan Pekan Gawai Dayak Kalimantan Barat ke-34, tanggal 21 Mei 2018 di Rumah Radakng, Kota Pontianak, dan menjadi Inspirasi gerakan kaum muda lainnya dengan mendirikan organisasi massa: Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) yang dikenal sekarang ini.

Gerakan pengorganisasian yang inspiratif, tersistem, dan massif sejak tahun 2000 itu, terutama sejak “massifnya” Laskar Bangkule Rajakng, dan ormas Dayak lainnya melakukan perlawanan terhadap organisasi radikalis berbasis agama di Kalimantan Barat dan di Indonesia, pada akhir tahun 2018, Bang Yohanes dipanggil para elit Dayak di Pontianak.

Ia diminta untuk bergabung dan dipercaya oleh para pemimpin Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Barat untuk menempati posisi sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Bala Adat Dayak Provinsi Kalimantan Barat, salah satu organisasi sayap resmi Dewan Adat Dayak sejak 1997.

Organisasi ini memfasilitasi kegiatan bidang keamanan pada event-event Budaya Dayak, dan juga aktif melakukan penggalangan dan pendampingan pada organisasi-organisasi Komunitas Pencinta Adat dan Budaya Dayak di seluruh Kalimantan Barat.

Ditengah kesibukannya sebagai pekerja disebuah perusahaan pabrik pengolahan bauksit di Kabupaten Ketapang, dan sekaligus mengurus organisasi sosial kemasyarakatan itu, pada 2018, Bang Yohanes kembali menulis dan menerbitkan buku Otobiografi Drs. Cornelis, MH, yang berjudul “REVOLUSI MENTAL ala CORNELIS: Kade’ Barani Ame Gali’ Gali’, Kade’ Gali’ Ame Barani Barani”. Buku ini diterbitkan di Jakarta, dan dibagikan secara gratis kepada masyarakat pada saat kampanye Pemilu 2019 sebagai bentuk dukungan politiknya kepada Gubernur Kalimantan Barat 2 periode itu untuk menjadi Anggota DPR/MPR RI dari PDI Perjuangan.

Pada 2019, Bang Yohanes bergabung dengan sebuah perusahaan kehutanan, bidang Hutan Tanaman Industri, yang berlokasi di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara. Pada pertengahan tahun 2020, masa Pandemi Covid 19, Bang Yohanes terus bergerak untuk Pemajuan Kebudayaan di Kalimantan Barat. Melalui Pimpinan Pusat (PP) Bala Adat Dayak Provinsi Kalimantan Barat, atas dukungan Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) dan TVRI Stasiun Kalimantan Barat, Bang Yohanes memproduksi sebuah Film layar lebar bernuansa Sejarah Lokal yang berjudul “Mata Raja Bangkule Rajakng”, dan Film ini ikutserta pada Festival Film Borneo 2020 yang diadakan Direktorat Film, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Jakarta.

Karya-karya Bang Yohanes dibidang Kebudayaan Dayak ini menarik perhatian para tokoh Dayak di Pontianak, dan ia diminta untuk membantu penataan organisasi-organisasi Dayak yang sudah lama tak terdengar gaungnya. Selanjutnya, pada Musdat III Dewan Adat Dayak Kecamatan Pontianak Barat tanggal 7 Mei 2022 di Aule Gereja Katolik Bunda Maria Jeruju (BMJ) Pontianak, Bang Yohanes terpilih melalui pemungutan suara sebagai Ketua Dewan Adat Dayak Kecamatan Pontianak Barat periode 2023-2028.

Sebagai Ketua DAD Kecamatan, dan Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Bala Adat Dayak Provinsi Kalimantan Barat, upayanya untuk mengembangkan Literasi dikalangan kaum muda Dayak terus dilakukan, dan pada 29 Agustus 2022, Bang Yohanes kembali menulis dan menerbitkan dua (2) buku secara bersamaan, yakni Buku Novel Sejarah yang berjudul “Bangkule

Rajakng Nyalut Nyawa Raja”, yang diterbitkan oleh Omera Pustaka, Magelang-Jawa Tengah, dan buku yang berjudul “Kerajaan Dayak di Kalimantan Barat: Sejarah, Raja-Raja, Pengaruh dan Peninggalannya”, yang diterbitkan oleh Guru Publishing, Pontianak.

Penghargaan atas Gerakan Literasi, dan Gerakan Cinta Sejarah, Seni, Adat dan Budaya Dayak yang dilakukan Bang Yohanes secara konsisten dan terus menerus selama lebih dua puluh tahun di Kalimantan Barat, serta ditengah kegamangan sosial para pemimpin dan anggota Masyarakat Adat Dayak karena arus deras modernisasi dan globalisasi diseluruh tanah Kalimantan, pada tahun 2023, Bang Yohanes dipercaya oleh Sekretariat Bersama Kesenian Dayak Provinsi Kalimantan Barat (Sekberkesda) sebagai KETUA UMUM PANITIA PEKAN GAWAI DAYAK KALIMANTAN BARAT KE-37 yang diadakan pada tanggal 16 – 23 Mei 2023 di Rumah Radakng, Kota Pontianak.

Nubuat BANG YOHANES

Sejak 23 tahun lalu, terbukti Bang Yohanes sudah melakukan gerakan diberbagai bidang kehidupan: Pergerakan Sosial, Penelitian, Advokasi, Pendidikan, Literasi, dan Pemajuan Kebudayaan di Kalimantan Barat. Membaca kisah hidup dan karya seperti diatas, saya berkesimpulan, Bang Yohanes bukan anak muda kaleng-kaleng. Maka, wajar dan pantaslah ia kemudian turun ke dunia politik saat ini, menjadi politisi!

Ia mengaku terpanggil ke politik melalui Partai Solidaritas Indonesia ini untuk melawan secara politik bentuk-bentuk gerakan Intoleransi, Radikalisme dan Korupsi yang berkembang di Indonesia serta mengurangi skala Politik Meritokrasi yang terjadi. Dan melalui politik, Bang Yohanes ingin melanjutkan perjuangan dan karya-karyanya dari sisi yang berbeda, dengan skala yang lebih luas.

Seperti kisahnya, pada Desember 2022, Bang Yohanes menyatakan bergabung ke Partai Solidaritas Indonesia, sebuah partai politik Peserta Pemilu 2024 yang didirikan anak-anak muda Indonesia. Di partai politik ini, Bang Yohanes dipercaya sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu, yang bertanggungjawab atas kemenangan partai pada Pemilu 2024.

Pada perkembangannya, oleh partai, Bang Yohanes didaulat menjadi Calon Legislatif DPR RI dengan Nomor Urut 5, pada Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 1 yang meliputi Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara.

Tentu saja, banyak pihak yang meragukan perjuangan politiknya ini ditengah keterbatasan dana yang Bang Yohanes miliki. Adalah fakta bahwa Bang Yohanes harus meraih kemenangan yang sangat berat di Dapil Kalimantan Barat 1, yang disebut-sebut sebagai “Dapil Neraka” karena isinya 8 Incumbent dari partai-partai politik besar dan berkuasa, eks pejabat daerah, dan tokoh-tokoh nasional.

Meskipun Bang Yohanes sadar diri, bahwa untuk meraih kemenangan sangat berat, sebagai seorang “Petarung”, ia akan bertempur habis-habisan hingga akhir. Bukti bahwa ia adalah petarung adalah, sejak gabung di partai, ia telah melakukan kerja-kerja politik sebagai tanggungjawabnya untuk memastikan kemenangan partai ini di Kalimantan Barat ia terus jalani. Merekrut anggota baru, merekrut Calon Legislatif, melakukan pembinaan dan motivasi kader melalui Kopi Darat.

Bang Yohanes sudah siap dengan segala resiko, dan semuanya itu, ia jalani dengan riang gembira, dan semangat optimisme untuk menang. Sebagai “Petarung”, Bang Yohanes tak mungkin mundur dan luntur karena ejekan, dan cemoohan lawan politiknya, dan bahkan kawan- kawannya yang tahu bahwa ia bukan Caleg yang punya duit untuk bertarung politik itu.

Sebagai referensi politik bagi pembaca semua, jika terpilih sebagai Anggota DPR RI pada Pemilu 2024 ini, Bang Yohanes berkomitmen untuk melanjutkan cita-cita perjuangan politiknya, memaksimalkan karya-karya hidup yang pernah ada, dan sekaligus mempersiapkan generasi muda Kalimantan Barat yang unggul dan berkompeten sehingga dapat mengisi berbagai posisi strategis pada Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara menuju Indonesia Emas 2045, dengan melakukan LIMA (5) KERJA POLITIK, antara lain:

  1. Memiskinkan para Koruptor dengan memperjuangkan disahkannya RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal
  2. Memperjuangkan Keadilan dan Kesejahteraan bagi seluruh rakyat miskin, Lansia, Janda/Duda miskin, Pekerja Sosial, Buruh, Nelayan Tradisional, Peladang Tradisional, Guru didaerah terpencil, Jurnalis, Guru Honorer, Bidan Desa didaerah terpencil, Pegawai Honorer, Aparatur Desa, Paranormal/Dukun & Dukun Beranak, Fungsionaris Lembaga Adat, Juru Kunci Situs Keramat/Makam Keramat, Panyangahatn/Imam Adat, Pekerja Seni, Adat dan Budaya, Pembina/Pemimpin Umat/Penyuluh Agama/Prodiakon/Katekis/Evangelis, dan penderita Disabilitas melalui kebijakan Layanan BPJS Gratis dan Kebijakan Lainnya untuk peningkatan Kesejahteraan Hidup
  3. Memperjuangkan RUU Kemitraan Perusahaan dan Masyarakat (Kebun Plasma dan CSR) untuk Resolusi Konflik Sosial di perkebunan kelapa sawit, dan sekaligus mendukung upaya-upaya Pembangunan Desa Mandiri didalam konsesi perusahaan perkebunan sawit.
  4. Memperjuangkan RUU Omnibus Law Masyarakat Adat dan Pengembangan Program Literasi, Pelestarian Adat Istiadat dan Kearifan Lokal lainnya, serta Pemajuan Kebudayaan melalui Penetapan Warisan Budaya dan Pemberdayaan bagi Pelaku dan
  5. Memperjuangkan pencabutan Moratorium Daerah Otonom Baru (DOB), dan selanjutnya memperjuangan RUU Pembentukan Daerah Otonom Baru di Kalimantan Barat, seperti Kabupaten Landjak di Kapuas Hulu, Kabupaten Sekayam, dan Kabupaten Tayan di Kabupaten Sanggau, Kabupaten Jelai Kendawangan Raya, Kabupaten Matan Hulu, dan Kabupaten Hulu Aik di Kabupaten Ketapang, dan Kabupaten Bangkule Rajakng di Kabupaten Landak.

Demikian secara singkat Kisah Perjalanan Hidup, karya-karya yang telah dilakukan Bang Yohanes dan rencana pengabdiannya melalui politik dimasa depan. Tentunya, apa yang dikerjakannya ini semata-mata untuk kepentingan kita bersama, kesejahteraan umum dan masa depan seluruh rakyat Kalimantan Barat. (Penulis: Pdt. Alipius, S.Th)

 —————————AME GEBA DIDANGAN—————————-

Referensi:

Orang Tua Kandung

Ayah : (Alm) La’on, asal Kampung Bolat, Desa Sampuro, Kec.Mempawah Hulu Ibu      : Taukun, asal Kampung Nangka, Desa Nangka, Kec. Menjalin

Adik-Beradik Kandung

  1. Ir. Kristianus Atok, M.Si (Akademisi/Dosen Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri/STAKAT Pontianak)
  2. Buyung, Pd.,MM.Pd (Birokrat/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Landak)
  3. Agustina Indang (Ibu Rumah Tangga, tinggal di Jawa Tengah)
  4. Heni (Ibu Rumah Tangga, tinggal di Nangka bersama ibu)
  5. Oktavianus Oki (Karyawan Swasta/Sanggau Kapuas)

Keluarga

Istri    : Yosepha Mersisia, A.Md.,SE (Pekerja Sosial/Ibu Rumah Tangga)

Anak : Gracia Diva Plena (Mahasiswi Fak. Hukum, Univ.Tanjungpura Pontianak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *