Dorong Percepatan Perhutanan Sosial dari Pemerintah

Ketua Badan Pengurus SAMPAN Kalimantan, Fajri Nailus Subchi memberikan sambutan
Inspirasikalbar, Kubu Raya — Pengelolaan perhutanan sosial di Kabupaten Kubu Raya membutuhkan dukungan nyata dari pemerintah daerah agar dapat berjalan optimal. SAMPAN Kalimantan menilai sinergi antara pemegang izin, pemerintah daerah, dan lembaga teknis pusat masih lemah, padahal skema perhutanan sosial dinilai strategis dalam mewujudkan keadilan akses, pelestarian lingkungan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
SAMPAN Kalimantan menegaskan pentingnya dukungan konkret dari pemerintah daerah dalam pengelolaan perhutanan sosial, terutama di wilayah Kabupaten Kubu Raya. Ketua Badan Pengurus SAMPAN Kalimantan, Fajri Nailus Subchi, menyampaikan bahwa pengelolaan perhutanan sosial harus di dorong melalui sinergi antara pemegang izin, pemerintah daerah, serta unit teknis terkait dari pemerintah pusat.
“Kegiatan ini yang kita harapkan itu ada dukungan dari pemerintah secara konkret, baik berupa kebijakan, teknis, maupun yang dapat mempercepat pengelolaan perhutanan sosial sesuai tujuan besarnya,” ujar Fajri.
Fajri memaparkan tiga tujuan utama dari perhutanan sosial, yaitu keadilan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan, partisipasi dalam pelestarian lingkungan, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia di desa.
“Tujuan besar perhutanan sosial adalah memastikan masyarakat mendapat keadilan terhadap akses sumber daya hutan, berkontribusi aktif dalam pelestarian, dan meningkatkan SDM desa yang unggul,” lanjutnya.
Kubu Raya berada di wilayah gambut dan mangrove

Menurutnya, mayoritas kawasan perhutanan sosial di Kubu Raya berada di wilayah gambut dan mangrove yang sangat rentan terhadap kerusakan, khususnya di musim kemarau. Oleh karena itu, keterlibatan aktif masyarakat sangat penting dalam menjaga dan merehabilitasi hutan, serta dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
Fajri juga menyinggung masih lemahnya sinergi antara pemerintah daerah dan pemegang izin perhutanan sosial, serta pentingnya koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari pemerintah pusat seperti BPSKL. “PR terbesar adalah membangun sinergi antar pihak yang terlibat. Pengelolaan tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” tegasnya.
Terkait legalitas, Fajri menjelaskan bahwa pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat sudah memiliki payung hukum yang kuat melalui SK dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berdasarkan berbagai skema, seperti Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR).
“Perhutanan sosial membuat masyarakat menjadi legal dalam mengelola kawasan hutan. Mereka menyusun Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) selama 10 tahun untuk menentukan zonasi dan pemanfaatannya,” jelasnya.
Ratusan ribu Hektare kawasan hutan Bisa di kelola
Sementara itu, Plt Kepala Bappeda Litbang Kabupaten Kubu Raya, Agus Suwardi, menyampaikan bahwa dari total 374 ribu hektare kawasan hutan di Kubu Raya — sekitar 45% dari total wilayah kabupaten — sebanyak 131.675 hektare telah mendapat izin pengelolaan melalui skema perhutanan sosial.
“SK dari Menteri Lingkungan Hidup memungkinkan masyarakat mengelola h
utan, terutama hasil non-kayu seperti madu kelulut, kepiting, hingga produk turunan mangrove lainnya,” kata Agus.
Ia menambahkan, hingga kini sebanyak 31 desa telah mendapat izin perhutanan sosial. Namun masih ada peluang bagi desa lain untuk mendapatkan izin serupa, dengan syarat membentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dan memenuhi ketentuan lainnya.
“Tentu kita berharap tidak hanya 31 desa, tapi desa-desa lainnya juga bisa mendapatkan SK. Meskipun prosesnya cukup ketat dan panjang,” jelas Agus.
Agus juga menegaskan bahwa Pemkab Kubu Raya siap mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat di kawasan hutan. Bantuan berupa pelatihan, promosi produk, dan akses pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi bagian dari upaya tersebut.
“Kelompok ibu-ibu sudah ada yang memproduksi amplang, kerupuk kepiting, hingga madu mangrove. Produk mereka akan kita tampilkan di berbagai pameran agar dikenal luas,” ucapnya.
Ia menutup dengan menyatakan bahwa pemerintah daerah tidak bisa masuk ke wilayah hutan secara langsung. Tetapi dapat mendukung masyarakat yang legal secara kelembagaan dalam mengelola kawasan tersebut.