Ekspor Emas Kena Pajak Baru, Harga di Atas US$3.200 Dikenai Tarif 15%

ilustrasi Emas
Inspirasikalbar, JAKARTA – Pemerintah resmi menetapkan aturan baru terkait pengenaan bea keluar (BK) emas, dengan tarif yang bersifat progresif mengikuti pergerakan harga emas internasional. Aturan ini menargetkan peningkatan penerimaan negara dari komoditas mineral bernilai tinggi, sekaligus mendorong hilirisasi di dalam negeri.
Dalam kebijakan tersebut, tarif tertinggi 15% akan berlaku ketika harga emas dunia mencapai atau melampaui US$3.200 per troy ounce. Ketentuan ini berlaku untuk produk emas jenis dore, yakni emas yang belum di murnikan sepenuhnya. Produk yang telah melalui proses pemurnian lebih lanjut akan di kenakan tarif lebih rendah.
Bloomberg Technoz melaporkan bahwa pemerintah ingin memastikan industri emas memberikan kontribusi signifikan bagi penerimaan negara, terutama ketika harga komoditas berada pada level sangat tinggi. Langkah ini sekaligus menjadi upaya memperkuat nilai tambah di dalam negeri, karena perusahaan akan lebih terdorong melakukan pemurnian emas di Indonesia daripada langsung mengekspornya dalam bentuk dore.
Selain tarif 15%, struktur BK emas nantinya akan memiliki beberapa lapisan sesuai kisaran harga internasional. Ketika harga berada di level lebih rendah dari US$3.200, tarif bea keluar juga akan menyesuaikan turun. Dengan mekanisme ini, pemerintah berharap beban eksportir tetap proporsional terhadap dinamika pasar global.
Pemerintah menyiapkan skema tarif
Indopremier sebelumnya menyebut pemerintah menyiapkan skema tarif antara 7,5% hingga 15%, tergantung kualitas produk dan level pemurnian. Menurut sumber tersebut, penerapan pajak ekspor ini juga di rancang sebagai insentif agar industri emas nasional tidak hanya berfokus pada penambangan, tetapi juga proses refining yang memberikan nilai ekonomi lebih tinggi.
Di sisi lain, pelaku industri menyambut kebijakan ini dengan sikap hati-hati. Mereka menilai penetapan BK harus di barengi kepastian fasilitas hilirisasi, seperti ketersediaan smelter dan efisiensi rantai pasok. “Kebijakan BK memang mendorong hilirisasi, tetapi kesiapan infrastruktur harus di perkuat,” ujar seorang analis pasar komoditas yang enggan di sebutkan namanya.
Dengan harga emas global yang masih bergerak di level tinggi, kebijakan BK progresif ini di perkirakan mulai memberi dampak nyata terhadap pasar ekspor Indonesia pada 2026. Pemerintah berharap peningkatan penerimaan dan hilirisasi berjalan seimbang tanpa menghambat daya saing industri emas nasional.
