Diduga Masuk HGU PT SMS, Masyarakat Adat Tuntut Hutan Lindung Dikembalikan

InspirasiKalbar, Landak – Masyarakat Adat Dusun Nangka, Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, menggelar aksi di kantor PT Satria Multi Sukses (SMS) di Desa Agak, Kecamatan Sebangki, Senin 3 Maret 2025.

Mereka menuntut perusahaan sawit itu mengembalikan hutan lindung yang diduga masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT SMS.

Selain itu, massa juga meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk mengevaluasi izin HGU perusahaan. Mereka menilai PT SMS telah melanggar hak asasi manusia (HAM) dengan menguasai lahan masyarakat tanpa melalui mekanisme Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT).

Perwakilan masyarakat, Heriyanto Gani, dalam orasinya menegaskan bahwa ada dugaan kriminalisasi terhadap masyarakat akibat pencaplokan lahan secara sepihak oleh PT SMS.

“Kami belum pasti mendapatkan muatan HGU, tetapi informasi yang kami peroleh, HGU PT SMS hanya belasan ribu hektare. Artinya, ada belasan ribu hektare lainnya yang berpotensi menjadi HGU. Apakah masyarakat pernah menyerahkan lahan itu? Ini yang kami sebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat,” kata Heriyanto.

Menurutnya, penguasaan lahan oleh perusahaan sawit harus melalui persetujuan tokoh masyarakat, adanya ganti rugi tanam tumbuh, serta kejelasan hak-hak masyarakat sebelum di alihkan menjadi milik perusahaan.

“Kami berharap suara masyarakat adat Dusun Nangka ini di dengar oleh Presiden Prabowo Subianto. Kami ingin kepastian hukum yang adil, bukan hukum yang tebang pilih,” tegasnya.

Lijan, seorang mantan pengurus adat Pasirah, mengungkapkan kekecewaannya terhadap PT SMS. Ia mengaku pernah di rekrut sebagai tenaga pendamping koperasi (TPK) dalam proses penyerahan lahan. Namun, ia merasa perjanjian awal yang disepakati tidak di jalankan dengan baik oleh perusahaan.

“Awalnya kami senang, tapi setelah melihat kenyataannya, sangat menyakitkan. Kami bahkan pernah menuntut hak kami ke tingkat provinsi, namun hingga kini belum ada kejelasan. Kami mengalami penipuan yang nilai kerugiannya hampir satu miliar rupiah,” ungkap Lijan.

Ia juga menyoroti banyaknya pelanggaran yang di lakukan PT SMS, termasuk ketidaksesuaian bagi hasil dan eksploitasi lahan tanpa izin yang jelas. Bahkan, menurutnya, lahan yang dulunya dijanjikan untuk masyarakat kini telah dijual dengan harga yang terus meningkat, dari Rp3 juta per hektare menjadi Rp9-12 juta per hektare.

“Yang lebih menyakitkan, jika masyarakat membuka lahan sendiri, mereka langsung ditindak. Tapi kalau PT yang menggarap hutan lindung dan hutan produksi, seolah-olah hukum tidak berlaku bagi mereka,” tambahnya.

Sementara itu, Hermanto, salah satu warga Dusun Nangka, menyatakan bahwa aksi ini bertujuan untuk mendorong Pemerintah Kabupaten Landak agar segera menyelesaikan konflik agraria dengan PT SMS.

“Kami berharap pemerintah bersikap bijak dan tidak memihak. Jangan sampai konflik ini berubah menjadi benturan antara masyarakat dengan aparat keamanan perusahaan,” tegas Hermanto.

Ia juga menyoroti banyaknya warga Dayak yang terjerat kasus hukum akibat konflik lahan. Menurutnya, hal ini terjadi karena masyarakat yang dulunya pemilik tanah kini tidak lagi bisa menikmati hasilnya setelah di kuasai oleh PT SMS.

Aksi protes ini akhirnya menghasilkan kesepakatan antara masyarakat dan PT SMS. Melalui kuasa hukum mereka, Satria Borneo Raya (SABER), warga Dusun Nangka menyepakati beberapa poin dengan pihak perusahaan.

Salah satunya adalah penyelesaian sengketa lahan melalui Pemerintah Kabupaten Landak. Kedua belah pihak akan membawa dokumen masing-masing dalam pertemuan yang di fasilitasi Pemkab Landak.

Legal PT SMS, Andreas Lani, menyampaikan apresiasi atas aksi yang berlangsung damai. “Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran bapak-bapak semua. Kami ingin menyelesaikan persoalan ini dengan tenang dan kami sepakat untuk meminta Pemkab Landak memfasilitasi penyelesaian masalah ini,” kata Andreas.

Namun, ia juga meminta maaf jika keputusan yang diambil dalam pertemuan hari ini belum bisa sepenuhnya memuaskan massa aksi.

Setelah aksi di kantor PT SMS, masyarakat berencana mendatangi Pemkab Landak pada Selasa (4/3/2025) untuk meminta pertemuan lanjutan pada 7 Maret. Mereka berharap pemerintah daerah dapat menjadi penengah dalam konflik ini dan memastikan hak-hak masyarakat adat tetap terjaga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version