Dugaan Korupsi dan Pungli di RPH Babi Kota Pontianak Dilaporkan ke Kejati Kalbar

RPH Babi

Berita, Daerah, Hukum546 Dilihat

InspirasiKalbar, Pontianak – Dugaan korupsi, pungutan liar (pungli), serta ketidaklayakan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi Kota Pontianak dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat.

Laporan ini disampaikan oleh Rusliyadi, pengacara dari para warga pengguna jasa RPH tersebut, pada Rabu (12/6) siang.

Rusliyadi berharap laporan ini segera ditindaklanjuti atau diproses secara hukum, terutama menyasar pejabat Pemerintah Kota Pontianak yang berwenang.

Ia mengungkapkan adanya dugaan tindak pidana korupsi, terutama pungli retribusi yang dilakukan oleh seorang dokter yang seharusnya fokus pada tugas pokok dan fungsinya (tupoksi).

“Dokter tersebut malah sibuk mengurus retribusi, sementara tupoksinya tidak dilakukan,” kata Rusliyadi.

Selain itu, Rusliyadi menyoroti kondisi RPH Babi yang sangat tidak layak dan membahayakan pengguna. Akses ke lokasi yang buruk, tidak adanya drainase, dan tempat pembuangan limbah yang memadai dapat menjadi sumber bakteri dan virus berbahaya.

“Kondisi ini menunjukkan adanya unsur pembiaran oleh Pemkot Pontianak, terutama Walikota Pontianak. Retribusi dinaikkan melalui perda, tetapi fasilitas RPH sangat memprihatinkan. Kemana dana tersebut?” tegas Rusliyadi.

Rusliyadi juga mengungkapkan bahwa pungutan mencapai Rp.300 ribu per ekor babi, dengan total sekitar Rp.10 juta per malam. Ia mempertanyakan kemana uang tersebut mengalir, mengingat kebijakan ini berdampak pada inflasi yang bertentangan dengan atensi Presiden.

Rusliyadi mendesak agar aktivitas di RPH dihentikan sementara hingga ada perbaikan fasilitas, serta meminta agar retribusi tidak dibayar terlebih dahulu. Ia juga berharap pemerintah Kota Pontianak meninjau ulang kebijakan retribusi yang diatur melalui Perda Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kota Pontianak.

“Jangan sampai ada potensi korupsi atau pencucian uang. Kemana uang itu larinya?” pungkasnya.

Kondisi RPH Babi yang tidak layak dan kebijakan kenaikan retribusi yang dikeluarkan Pemkot Pontianak melalui Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Pontianak memicu pertanyaan publik terkait alokasi dana retribusi dan kemampuan Pemkot dalam membangun RPH yang layak dan steril. (RED)