Inspirasikalbar, Pontianak – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat telah menetapkan inisial P.A.M sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan tanah untuk pembangunan kantor pusat Bank milik Pemerintah Daerah.
Penetapan tersangka ini berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti yang telah di peroleh, termasuk bukti-bukti tambahan yang mendukung penyidikan.
Asisten Tindak Pidana Khusus(Aspidsus) Kejati Kalbar, Siju, mengungkapkan bahwa proyek pengadaan tanah yang berlangsung pada tahun 2015 seluas 7.883 meter persegi dengan total nilai perolehan sebesar Rp 99.173.013.750.
Dari hasil penyidikan yang saat ini masih dalam proses perhitungan oleh BPKP Kalimantan Barat, di temukan indikasi kerugian negara sekitar Rp 30.000.000.000.
Akibat adanya kelebihan pembayaran yang terdeteksi berdasarkan bukti transfer serta penerimaan dari pihak pemilik tanah bersertifikat Hak Milik.
Menariknya, sebelum di tetapkan sebagai tersangka, P.A.M baru saja di lantik sebagai anggota DPRD Kalbar pada 30 September 2024. Ia terpilih sebagai wakil rakyat dari Dapil Kalbar 1 dengan perolehan suara tertinggi.
P.A.M juga sempat di lantik menjadi ketua DPRD Provinsi Kalimantan Barat. Namun, setelah di lantik beberapa hari, kini harus mendekam di rumah tahanan.
Sejak di lantik, ia telah menerima panggilan dari Kejati Kalbar terkait kasus yang menimpanya dan memenuhi panggilan tersebut pada Senin, 28 Oktober 2024, di mana ia langsung di tetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Pontianak.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat latar belakang P.A.M sebagai anggota legislatif yang baru saja menjabat, dan dapat berdampak pada reputasi lembaga DPRD Kalimantan Barat.
Kejati Kalbar Akan Terus Kembangkan Kasus ini
Foto: Paulus Andi Mursalim Ketua Baru Lantik DPRD Provinsi Kalbar di kenakan Borgol oleh Anggota Kejati Kalbar
Kejati Kalbar memastikan bahwa penetapan empat tersangka dalam kasus ini tidak akan menghentikan pengembangan penyidikan.
Siju menambahkan meskipun sebelumnya, pada tahun 2022, Kejari Pontianak menyebut tidak menemukan unsur pidana dalam kasus yang sama. Namun pihaknya juga sedang mempelajari beberapa aspek lain yang menjadi perhatian dalam kasus ini.
Namun, temuan audit terbaru BPKP Kalbar yang menunjukkan kerugian negara mencapai Rp 30 miliar menjadi dasar kuat bagi Kejati Kalbar untuk menindaklanjuti kasus ini.
“Tersangka juga memiliki hak mengajukan praperadilan, dan kami akan mengikuti proses sesuai ketentuan hukum,” tambah Siju.
Kasus ini di harapkan menjadi momentum pemberantasan korupsi di Kalimantan Barat, terutama terkait dengan pengelolaan aset dan proyek.
Dengan langkah ini, di harapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan bagi masyarakat, serta menegaskan komitmen pemerintah dalam memerangi praktik korupsi.