LAKI Minta Kapolri Buka Kembali Perkara Aseng di Polresta Pontianak

LAKI VS Aseng

Berita, Hukum, Nasional1095 Dilihat

InspirasiKalbar, Pontianak – Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) mendesak Kapolri untuk membuka kembali perkara Aseng yang ditangani Polresta Pontianak pada tahun 2014.

Perkara tersebut berlandaskan Pasal 372 dan 378 KUHP dengan nomor laporan LP/960/III/Kalbar/2014, yang dihentikan pada 30 Oktober 2017 melalui Ketetapan nomor: S.Tap/28/X/2017.

LAKI mengklaim telah menemukan bukti baru (novum) yang menguatkan alasan untuk membuka kembali kasus ini.

Ketua Koperasi Kelautan dan Perikanan Indonesia Kalimantan Barat, Burhanudin Abdullah, yang juga pelapor dalam kasus ini, telah mengirimkan surat resmi kepada Kapolri.

Surat tersebut, bernomor 0245/KKPI/KB/HK/07.24 dan tertanggal 24 Juli 2024, berisi permintaan untuk membuka kembali LP/960/III/2014 agar mendapatkan kepastian dan keadilan hukum.

Burhanudin mengungkapkan bahwa perkara ini penuh kejanggalan dan terindikasi adanya rekayasa. Berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, pelapor telah memenuhi syarat dengan lebih dari dua alat bukti, termasuk saksi, keterangan ahli, bukti surat, dan petunjuk.

Selain itu, prosedur sesuai Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 juga telah dipenuhi dengan adanya laporan polisi, surat perintah penyelidikan, dan surat perintah penyidikan.

Namun, Polresta Pontianak menghentikan perkara ini berdasarkan keterangan tidak benar dari Aseng dalam BAP. Aseng mengklaim tidak pernah menandatangani Surat Kuasa tertanggal 10 Oktober 2007 dan Surat Perjanjian Kerjasama tertanggal 17 Oktober 2007.

“Faktanya, Aseng telah melakukan pembayaran komitmen sejak 2007 hingga 2010, namun tidak membayar dari tahun 2010 hingga kini” kata Burhan, Kamis 1 Agustus 2024.

Ia menambahkan, Aseng juga mengakui dalam BAP bahwa ia sengaja tidak membayar uang komisi karena merasa telah terjadi pengalihan operasional terhadap KM LCT Honda sejak 2010.

Burhanudin menilai perkara ini sejak awal sudah diarahkan ke ranah perdata, padahal keterangan ahli jelas menyatakan adanya unsur pidana penggelapan sesuai Pasal 372 KUHP.

Ia juga menyoroti ketidakterbitan SPDP (Surat Pemberitahuan Di mulainya Penyidikan) oleh penyidik, meskipun sprindik (surat perintah penyidikan) sudah di terbitkan.

Hal ini bertentangan dengan Pasal 13 ayat 1 Perkap No. 6 Tahun 2019 dan Pasal 109 ayat 1 KUHAP, serta Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/PUU/2015 yang menegaskan pentingnya penyampaian SPDP untuk memastikan kepastian hukum dan melindungi hak konstitusional terlapor dan pelapor.

Sekitar 50 advokat LAKI di seluruh Indonesia siap mendampingi Burhanudin sebagai pelapor. LAKI juga mendukung program POLRI PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) dalam mewujudkan revolusi mental dan memantapkan soliditas serta profesionalisme POLRI untuk mendukung pembangunan nasional.

Burhanudin sangat yakin bahwa Polri mampu menuntaskan perkara ini dengan adil, meskipun Aseng dikenal sebagai pengusaha besar yang sulit disentuh hukum. (RED)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *