Masyarakat Adat Dayak Laporkan Dugaan Ujaran Kebencian ke Polda Kalbar

Foto : Masyarakat Dayak melakukan orasi di depan Rumah Shanti kun
Inspirasikalbar,Pontianak — Masyarakat Adat Dayak kota Pontianak melaporkan Minarni alias Shanti Kun ke Polda Kalimantan Barat. Kasus ini bermula dari pesan grup WhatsApp yang di duga menyinggung etnis Dayak.
Advokasi Dewan Adat Dayak (DAD) Burhan mengatakan jika dirinya mendapatkan laporan tersebut dari masyarakat adat. “Saya menerima laporan soal ujaran kebencian dari Ibu Minarni alias Shanti,” kata Burhan, Selasa (15/4).
Burhan menyebut pesan itu berisi bahasa yang menyentuh isu etnis secara langsung.
“Kita lihat jelas, di sana ada bahasa sara menyangkut etnis,” tegas Burhan saat konferensi pers.
Menurutnya, pesan itu menyebut etnis Dayak berutang kepada etnis China, tanpa dasar kebenaran. “Tak pernah ada cerita seperti itu di masyarakat adat,” lanjut Burhan di Pontianak.
Masyarakat Adat Dayak menolak keras pernyataan Minarni melalui grup tertutup WhatsApp KOMTINDO SEJATI. “Dengan tegas kami tidak terima dan mengutuk keras pernyataan itu,” ujar Burhan.
Pihak DAD melaporkan kasus ini ke Cyber Crime dan Reskrimsus Polda Kalimantan Barat.
“Kami sudah laporkan barang ini ke Polda Kalbar,” tegas Burhan di hadapan media.
Selain jalur hukum negara, masyarakat adat juga menempuh sanksi adat untuk Shanti Kun.
“Kita minta hukum adat di jalankan lewat Timanggung Pontianak Selatan,” tambah Burhan.
DAD Provinsi dan DAD Kota Pontianak turut bertanggung jawab atas wilayah adat masing-masing. “Kita libatkan DAD provinsi dan kota sesuai wilayah adat masing-masing,” jelas Burhan.
Masyarakat Dayak sempat mendatangi rumah Winarni untuk meminta klarifikasi langsung.
“Kita datang tadi untuk minta penjelasan dan klarifikasi dari Ibu Minarni,” ucap Burhan.
Namun, Minarni menolak keluar dan menemui masyarakat adat yang hadir di lokasi.
“Dia tidak mau keluar dan tidak mau menemui kami,” keluh Burhan.
Karena itu, masyarakat adat melakukan orasi di depan kediaman Minarni.
“Kita sampai orasi di sana, menyampaikan keluhan dan memasang baliho,” ujar Burhan.
Isi baliho itu menuntut keadilan dan tindakan tegas dari pihak kepolisian.
“Kita minta polisi segera menindak tegas Ibu Minarni ini,” tegas Burhan.

Shanti Kun Angkat Bicara
Sementara itu, Shanti Kun akhirnya angkat bicara terkait tuduhan tersebut.
“Saya bikin grup namanya Komunitas Tionghoa Sejati,grup itu tertutup,” kata Shanti Kun, saat diwawancara Senin (15/4).
Menurutnya, grup itu bertujuan memberdayakan masyarakat Tionghoa agar lebih berguna untuk bangsa. “Grup itu saya buat, agar masyarakat Tionghoa makin berdaya dan berguna untuk nusaha dan bangsa,” ujarnya.
Shanti Kun menegaskan grup itu bersifat tertutup dan hanya di isi komunitas Tionghoa Kalimantan Barat. “Itu grup tertutup. Semua Cindo, Tionghoa Kalbar. Supaya mereka berani bicara,” tegas Shanti Kun.
Shanti Kun merasa pihak lain sengaja memanfaatkan hukum adat untuk menyerangnya secara pribadi. “Ada yang memperalat hukum adat saudara lain untuk menyerang saya,” ucapnya.
Ia juga mengaku besar di kampung dan memiliki banyak saudara Dayak.
“Saya besar di kampung. Saudara saya juga banyak yang Dayak,” ujarnya menegaskan.
Soal istilah “hutang”, Shanti Kun memberikan penjelasan terkait konteks pernyataannya.
“Dalam arti hutang, itu bahasa kampung, bukan hutang uang,” jelas Shanti Kun.
Shanti Kun menyebut dirinya justru jadi korban teror setelah pernyataan itu menyebar.
“Saya merasa di teror. Di pasang spanduk di rumah saya. Saya terganggu,” katanya.
Ia menyayangkan pihak-pihak yang tidak mengklarifikasi terlebih dahulu sebelum menuduh. “Kenapa tidak tanya saya dulu? Saya malah tidak tahu apa-apa,” tegas Shanti Kun.
Menurutnya, pernyataannya harus di lihat utuh sesuai konteks yang ada dalam grup tersebut.”Jangan di potong-potong kata-kata saya. Lihat konteksnya dong,” ujarnya.
Shanti Kun menegaskan dirinya seorang aktivis kemanusiaan yang terbuka untuk berdiskusi. “Saya aktivis kemanusiaan, kenal semua orang. Saya terbuka,” katanya.
Ia menegaskan tak merasa bersalah dan menyerahkan sepenuhnya kepada hukum negara.
“Kalau saya salah, silakan. Kita punya alat negara,” tutup Shanti Kun.