Keputusan ini di ambil setelah melihat perkembangan pesat ekonomi digital di masyarakat yang mampu menghasilkan keuntungan signifikan. Ni’am menjelaskan bahwa kewajiban zakat bagi para pembuat konten di atur berdasarkan ketentuan syariah yang mengatur jenis usaha atau konten yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
“Para pembuat konten yang penghasilannya sudah mencapai nisab, yaitu setara dengan 85 gram emas. telah mencapai hawalan al haul (satu tahun) kepemilikan, di wajibkan mengeluarkan zakat,” ujar Ni’am.
Ia menambahkan bahwa jika penghasilan belum mencapai nisab, maka pendapatan tersebut harus di kumpulkan selama satu tahun. Zakat akan di keluarkan setelah penghasilan mencapai nisab dengan tarif 2,5 persen jika menggunakan tahun lunar atau hijriah. “Jika ada kesulitan dalam penggunaan tahun lunar, misalnya dalam pembukuan usaha, maka gunakan tarif zakat sebesar 2,57 persen,” jelas Ni’am.
Keputusan ini merupakan langkah MUI untuk mengakomodasi perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Dan untuk memastikan bahwa pelaku ekonomi digital juga memenuhi kewajiban zakat sesuai dengan syariah Islam.