PLTU Ketapang Tak Laporkan Kecelakaan Kerja ke BPJS Tenagakerjaan

772e1bc6-81ce-4fa8-9741-b3614ac1831b

PT. MKP Tidak Lapor Kecelakaan Kerjaan

Inspirasikalbar, Ketapang– Dugaan pengabaian terhadap prosedur keselamatan kerja kembali mencuat di lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ketapang, menyusul insiden yang menewaskan seorang pekerja bernama Adam Subarkah.

Insiden yang merenggut nyawa pekerja tersebut di duga tidak di laporkan ke BPJS Ketenagakerjaan maupun instansi terkait, memicu kecaman dari berbagai kalangan.

Adam di ketahui bekerja di bawah kontraktor PT Mitra Karya Prima (MKP), rekanan resmi PLTU Ketapang.

Berdasarkan aturan yang berlaku, setiap kecelakaan kerja harus di laporkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Kegagalan dalam melaporkan kecelakaan tersebut dapat berimplikasi hukum, termasuk sanksi administratif hingga penghentian kontrak.

Penelusuran media ini menunjukkan bahwa jejak pemberitaan mengenai insiden tersebut nyaris menghilang dari ruang publik.

Di Duga take down berita

Beberapa portal berita yang sebelumnya sempat memberitakan kejadian itu kini tidak lagi menampilkan artikelnya, menimbulkan dugaan adanya upaya sistematis untuk menutupi kejadian.

Salah satu sumber internal menyebutkan, kekhawatiran utama dari pihak kontraktor adalah risiko kehilangan kontrak apabila kasus kecelakaan ini di ketahui oleh PLN secara resmi.

Akibatnya, tidak ada laporan yang masuk ke BPJS Ketenagakerjaan, yang berdampak langsung pada hilangnya hak keluarga korban untuk menerima manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

Hal ini dibenarkan oleh Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Ketapang, Zeid Eriza Putra. Menurutnya, pencairan santunan tidak bisa di lakukan karena tidak pernah ada laporan resmi dari pihak perusahaan.

“Secara prosedur, pencairan klaim bisa di lakukan di kantor cabang mana saja. Namun dalam kasus ini, perusahaan tidak pernah mengisi atau menyerahkan dokumen laporan kecelakaan. Kami bahkan menyarankan agar pencairan di alihkan ke BPJS Ketenagakerjaan Darmo, Surabaya, tempat korban terdaftar. Tetapi tetap saja, tanpa laporan resmi, kami tidak bisa memproses lebih lanjut,” kata Zeid saat di konfirmasi pada Selasa (23/6/2025).

Ketidakterbukaan perusahaan memicu reaksi keras dari para pemerhati ketenagakerjaan.

Seorang aktivis buruh di Ketapang menyebut tindakan ini sebagai bentuk pengabaian hak-hak pekerja dan keluarga yang di tinggalkan.

“Ini bukan hanya soal administratif, ini soal nyawa dan keadilan. Keluarga korban bukan hanya kehilangan orang tercinta, tapi juga hak perlindungan yang seharusnya di jamin negara,” ujarnya dengan nada tegas.

Ia juga mendesak pemerintah agar bertindak cepat dan memberi sanksi tegas kepada perusahaan yang di duga menghindari tanggung jawab.

“Kalau di biarkan, ini jadi preseden buruk. Negara tidak boleh tutup mata terhadap praktik-praktik semacam ini,” tambahnya.

Sampai berita ini di terbitkan, manajemen PLTU Ketapang maupun PT MKP belum memberikan klarifikasi atau tanggapan atas laporan ini.

Para Aktivis dan Oraganisasi buruh desak pemerintah

Insiden ini kembali membuka pertanyaan besar tentang sejauh mana komitmen para pelaksana proyek strategis nasional dalam menjamin keselamatan dan hak-hak dasar pekerjanya. Transparansi dan akuntabilitas menjadi sorotan, terlebih ketika kasus-kasus kecelakaan kerja seperti ini tidak diungkap secara terbuka.

Para aktivis dan organisasi buruh kini mendesak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), BPJS Ketenagakerjaan, hingga aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dan menindak tegas pihak-pihak yang di duga terlibat dalam penutupan informasi ini.

“Pekerja bukan sekadar angka statistik. Negara harus hadir dan memastikan keadilan di tegakkan, serta mencegah agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi,” pungkas sang aktivis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *