Gedung Tinggi Terbatas, AirNav dan Angkasa Pura Prioritaskan Jalur Aman Penerbangan

Foto :Egm Angkasa Pura M.Iwan Sutisna Egm Airnav Yusfan Ulfa Kasiops Lanud Supadio Kolonel Amry Asistant Vice President Pontianak Manager Garuda Indonesia Widya Kurniawan Putra

Foto :Egm Angkasa Pura M.Iwan Sutisna Egm Airnav Yusfan Ulfa Kasiops Lanud Supadio Kolonel Amry Asistant Vice President Pontianak Manager Garuda Indonesia Widya Kurniawan Putra

InspirasiKalbar, Kubu Raya— Polemik keberadaan radar Bandara Supadio Pontianak kembali mencuat seiring dengan adanya keluhan investor terkait keterbatasan pembangunan gedung tinggi di sekitar area bandara.

Selama ini, perangkat radar AirNav dan kawasan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) memang saling berkaitan dalam menjaga keselamatan penerbangan. Namun, khusus untuk pancaran sinyal sonar pada Doppler Very High Frequency Omni-Directional Range (DVOR) — alat bantu navigasi yang memberikan informasi arah kepada pesawat — posisinya sangat krusial dan sulit dipindahkan.

Jika dipindahkan tanpa perhitungan matang, alat ini dapat membahayakan penerbangan dan permukiman warga sekitar. DVOR digunakan untuk navigasi dalam perjalanan (en-route), pendekatan (approaching), hingga pendaratan (landing), dan menjadi pedoman penting bagi pilot untuk menentukan posisi dan arah pesawat menuju bandara.

EGM Angkasa Pura II Supadio, Muhammad Iwan Sutisna, menjelaskan bahwa setiap bandar udara wajib memiliki sejumlah perangkat navigasi, termasuk radar dan KKOP. “Keberadaan perangkat tersebut bukan untuk melarang pembangunan, tetapi ada ketentuan batasan demi dua hal utama — keselamatan penerbangan dan keselamatan masyarakat di sekitar bandara,” ujarnya.

Iwan menegaskan pihaknya terbuka untuk berdiskusi dengan pemerintah daerah dan stakeholder terkait. “Kami mengikuti kebijakan dari pemerintah pusat, termasuk jika ada arahan soal relokasi fasilitas, tentu itu menjadi wewenang dan keputusan pemerintah,” tambahnya.

Lokasi pancaran radar AirNav dan KKOP

Dalam KKOP dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 Provinsi Kalimantan Barat.

Sementara itu, EGM AirNav Pontianak, Yusfan Ulfa, menjelaskan bahwa radar merupakan alat bantu utama keselamatan penerbangan sesuai aturan. Dalam KKOP dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 Provinsi Kalimantan Barat.

“Silakan membangun dan berinvestasi, tapi tetap mengikuti aturan ketinggian bangunan yang di tetapkan. Apabila melebihi, harus mendapat persetujuan Kementerian Perhubungan,” tegasnya.

Yusfan juga menambahkan, pemindahan radar memang memungkinkan, namun tetap harus memenuhi standar dan ketentuan keselamatan penerbangan sesuai aturan. “Pembangunan tetap harus memperhatikan jalur keselamatan penerbangan, baik ada atau tidak ada radar di lokasi itu,” jelasnya.

Kasi Operasi Lanud Supadio, Kolonel Amry, menekankan pentingnya alat navigasi penerbangan demi keamanan, untuk pesawat sipil dan pesawat militer. “Pontianak termasuk daerah yang sibuk penerbangan militernya. Karena itu, diskusi bersama semua pihak perlu di lakukan, agar keselamatan tetap terjaga,” ujarnya.

Dari sisi maskapai, AVP Manager Garuda Indonesia Pontianak, Widya Kurniawan Putra, menilai sistem navigasi saat ini sudah sangat membantu operasional. Kondisi cuaca terutama di Pontianak yang cukup dinamis. “Selama ini radar justru sangat menunjang keselamatan penerbangan kami. Kalau pun ada kendala tertentu, navigasi yang ada sekarang sudah sangat membantu,” jelas Widya.

Hingga saat ini, rencana pemindahan radar masih sebatas wacana dan kajian. Seluruh pihak sepakat bahwa keselamatan penerbangan tetap menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pembangunan di sekitar Bandara Supadio.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *