LAKI Minta Kapolri Buka Kembali Perkara Aseng di Polresta Pontianak

kapolri

LAKI Minta Kapolri Buka Lagi Kasus Aseng di Polresta Pontianak. (Foto/InspirasiKalbar)

InspirasiKalbar, Pontianak -Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk membuka kembali perkara dugaan penggelapan yang melibatkan seorang pengusaha bernama Aseng. Kasus ini pernah di tangani oleh Polresta Pontianak pada tahun 2014, namun dihentikan pada 30 Oktober 2017 melalui ketetapan nomor: S.Tap/28/X/2017.

Ketua Koperasi Kelautan dan Perikanan Indonesia Kalimantan Barat, Burhanudin Abdullah, yang juga pelapor dalam perkara tersebut, mengaku telah mengirimkan surat resmi kepada Kapolri. Surat bernomor 0245/KKPI/KB/HK/07.24 dan tertanggal 24 Juli 2024 itu berisi permintaan untuk membuka kembali laporan polisi LP/960/III/2014.

Burhanudin menyebut, pihaknya telah menemukan bukti baru atau novum yang menguatkan alasan hukum untuk membuka kembali perkara ini. Ia menilai sejak awal penanganan kasus ini penuh kejanggalan dan terindikasi adanya rekayasa.

“Berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, kami telah memenuhi syarat lebih dari dua alat bukti. Ada saksi, keterangan ahli, bukti surat, hingga petunjuk yang mendukung,” ungkap Burhanudin kepada awak media, Kamis (1/8/2024).

Selain itu, menurutnya, semua prosedur telah di penuhi sesuai Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, mulai dari laporan polisi, surat perintah penyelidikan, hingga surat perintah penyidikan. Namun, perkara ini di hentikan berdasarkan keterangan tidak benar dari Aseng dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

“Aseng mengklaim tidak pernah menandatangani Surat Kuasa tertanggal 10 Oktober 2007 dan Surat Perjanjian Kerjasama 17 Oktober 2007. Padahal faktanya, dia telah melakukan pembayaran komitmen sejak 2007 sampai 2010. Baru setelah 2010 dia berhenti membayar,” jelas Burhanudin.

Bahkan dalam BAP, kata Burhanudin, Aseng mengakui sengaja tidak membayar uang komisi karena merasa operasional kapal KM LCT Honda telah di alihkan sejak 2010. Meski demikian, menurut Burhanudin, perkara ini justru di arahkan ke ranah perdata. Padahal, keterangan ahli telah menegaskan adanya unsur pidana penggelapan sebagaimana di maksud dalam Pasal 372 KUHP.

Burhanudin juga menyoroti tidak di terbitkannya Surat Pemberitahuan Di mulainya Penyidikan (SPDP) oleh penyidik. Namun surat perintah penyidikan (sprindik) sudah di terbitkan.

Hal ini menurutnya bertentangan dengan Pasal 13 ayat 1 Perkap Nomor 6 Tahun 2019 dan Pasal 109 ayat 1 KUHAP, serta keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/PUU/2015 yang menegaskan pentingnya penyampaian SPDP.

“Kami melihat perkara ini seolah-olah di lokalisir supaya tidak berkembang. Kami bersama sekitar 50 advokat LAKI di seluruh Indonesia siap mendampingi saya sebagai pelapor,” tegasnya.

LAKI pun menyatakan dukungannya terhadap program POLRI PRESISI yang menekankan prinsip Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan. Pihaknya optimis Polri mampu menuntaskan perkara ini dengan adil.

“Meski Aseng di kenal sebagai pengusaha besar yang selama ini sulit tersentuh hukum, kami yakin Polri menuntaskannya,” pungkas Burhanudin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *