Pembangunan Smelter PT DIB di Kayong Utara Picu Keresahan

Foto : Basecamp pembangunan pabrik Smelter di Pulau Penebang, Kabupaten Kayong Utara.

Foto : Basecamp pembangunan pabrik Smelter di Pulau Penebang, Kabupaten Kayong Utara.

Dugaan Pencemaran dan Diskriminasi Tenaga Kerja Lokal Mencuat

Inspirasikalbar, Kayong Utara – Pembangunan fasilitas pengolahan mineral (smelter) milik PT Dharma Inti Bersama (PT DIB) di Pulau Penebang, Desa Pelapis, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat setempat. Dugaan pencemaran lingkungan dan ketidakadilan dalam rekrutmen tenaga kerja lokal menjadi sorotan utama.

Sebuah video dan foto yang beredar di media sosial memperlihatkan aliran air berwarna cokelat pekat mengalir ke laut, diduga berasal dari aktivitas perusahaan. Warga menduga bahwa PT DIB membuang limbah tanpa pengolahan, yang dapat mencemari ekosistem laut di sekitarnya.

Warga Desak Klarifikasi Soal Dugaan Limbah

Taslim, warga Desa Pelapis, meminta perusahaan segera memberikan penjelasan terbuka.
“Kalau itu bukan limbah, tolong jelaskan kepada kami. Tapi kalau memang limbah, berarti laut kami sudah tercemar,” ujarnya saat dihubungi melalui WhatsApp pada 2 Mei 2025.

Dokumen AMDAL Disorot, Warga Tak Dilibatkan

Kekhawatiran masyarakat bertambah karena minimnya transparansi terkait dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Rahimin, salah seorang warga, mengaku tidak pernah di libatkan dalam proses penyusunan maupun sosialisasi dokumen tersebut.

“Apakah AMDAL mereka membolehkan pembuangan air bercampur tanah ke laut? Kami tidak tahu. Tidak pernah ada sosialisasi atau diskusi dengan warga,” tegasnya.

Hal serupa di sampaikan oleh Junai, tokoh masyarakat setempat. Ia mengungkapkan bahwa warga di tolak saat hendak melihat dokumen AMDAL pada bulan Ramadan lalu.
“Kami hanya ingin tahu isi AMDAL, tapi malah di tolak. Mengapa dokumen penting seperti itu bisa di loloskan tanpa melibatkan masyarakat?” katanya dengan nada heran.

Bahkan saat Hari Raya Idulfitri, seorang warga mengaku di larang masuk ke area proyek dan tidak di perbolehkan mengambil foto, meski hanya datang untuk bersilaturahmi. “Sikap seperti ini justru membuat warga semakin curiga,” ujarnya.

Janji Serap Tenaga Kerja Lokal Di ragukan

PT DIB sebelumnya menyatakan akan memprioritaskan tenaga kerja lokal. Namun, sejumlah warga menyebut realitas di lapangan tidak mencerminkan komitmen tersebut.

Adi Susanto (27), warga Desa Harapan Mulia, mengaku sudah dua kali melamar ke PT Harita, namun selalu di tolak.
“Saya sudah lengkapi semua persyaratan: KTP, SIM, Kimper, NPWP, dan surat pengalaman kerja. Tapi tetap di tolak karena di anggap tidak mampu menjalankan P2H unit dan tidak bisa mengoperasikan alat berat,” jelasnya.

Hal serupa di alami Dayat (30), yang menilai proses rekrutmen tidak transparan.
“Katanya anak daerah di prioritaskan, tapi kenyataannya justru orang luar, seperti dari Pontianak, yang lebih mudah di terima. Kami di sini hanya jadi penonton,” keluhnya.

Dayat berharap Bupati Kayong Utara, Romi Wijaya, turun tangan untuk memastikan proses rekrutmen di lakukan secara adil dan terbuka.

Saat di konfirmasi pada 5 Mei 2025 pukul 16.00 WIB, pihak HRD PT Harita yang di wakili Pak Arlo menolak memberikan komentar.

Ancaman Nyata bagi Lingkungan dan Nelayan

Generasi Peduli Lingkungan (GEPEL) Kalimantan Barat menilai pembangunan dan operasional smelter membawa risiko besar terhadap lingkungan. Irwansyah, perwakilan GEPEL, memaparkan sejumlah dampak potensial:

  • Pencemaran air akibat limbah logam berat yang mengancam ekosistem laut dan kesehatan masyarakat.

  • Pencemaran udara dari emisi gas dan partikel yang memicu gangguan pernapasan.

  • Kerusakan tanah akibat pembuangan limbah padat yang menurunkan kesuburan dan menghancurkan vegetasi.

  • Erosi dan sedimentasi yang memperburuk kualitas perairan.

  • Kerusakan ekosistem laut, termasuk terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove.

Dampak ini di rasakan langsung oleh para nelayan. Mereka mengeluhkan penurunan hasil tangkapan, gangguan kesehatan seperti ISPA dan penyakit kulit, serta ancaman hilangnya akses ke laut karena kawasan yang kini menjadi zona industri.

Tuntutan Warga: Investigasi dan Keadilan

Warga Kayong Utara mendesak pemerintah daerah dan kementerian untuk segera melakukan investigasi menyeluruh, membuka informasi publik secara transparan. Kemudian memastikan perlindungan lingkungan dan akses kerja yang adil bagi masyarakat lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *